Sabtu, 31 Maret 2012

DESAIN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI


1. STUDI KOHOR (Cohort Study)
Merupakan penelitian epidemiologic analitik non eksperimental yang mengkaji hubungan antara faktor risiko atau efek terhadap suatu penyakit dari kelompok yang terpapar maupun tidak terpapar berdasarkan status paparannya.

Penelitian ini memilih kelompok-kelompok penelitian berdasarkan status paparan :
- Satu kelompok terpapar faktor yang dipostulasikan sebagai kausa penyakit
- Satu kelompok lainnya tidak terpapar faktor tersebut.
- setiap subjek harus bebas penyakit yang diteliti
- Studi kohor merupakan desain untuk memberikan bukti-bukti kausal
Contoh Study kohor :
 
Study Tentang Hubungan Pemberian ASI Eklusif pada Bayi Lahir Cukup Bulan dengan Kenaikan Berat Badan
 
Langkah – Langkah :
1. Merumuskan Hipotesis
 
Apakah pemberian ASI Eklusif pada bayi yang lahir cukup bulan mempengaruhi berat Badan Bayi ?
2. Menetapkan kelompok Kohor
Bayi Lahir cukup bulan yang di beri ASI Eklusif selama 1 tahun
3. Menetapkan Kelompok Kontrol
Bayi lahir cukup bulan yang tidak mendapatkan ASI Eklusif pada periode 1 tahun
4. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Efek : Berat Badan Bayi Rendah
Variabel Resiko: Kurang pemberian ASI eklusif
5. Mengamati Timbulnya Efek
Kedua subyek penelitian (Kelompok kohor dan Kontrol) diikuti selama 1 Tahun ke depan kemudian di amati pada perubahan berat badan bayi
6. Analisa Hasil ( Menggunakan Tabel 2 x 2)

                                                    EFEK
                                         Ya         ;  Tidak       ; Jumlah
FAKTOR : Ya ;                  A         ;   B            ; A + B
RESIKO : tidak ;                C         ;   D            ; C + D

Sel A : Subyek dengan Faktor Resiko (+) dan Efek (+)
Sel B : Subjek dengan Faktor Resiko (+) dan Efek (-)
Sel C : Subjek dengan Faktor Resiko (-) dan Efek (+)
Sel D ; Subjek dengan Faktor Resiko (-) dan Efek (-)

Resiko Relatif (RR) = A/(A + B) : C/(C + D)

KOHOR ADA 2 JENIS :
1. CLOSED KOHOR (PIXED KOHOR)
Merupakan keanggotaan tertutup, setelah kohor didifinisikan dan follow up dimulai tak satupun anggota baru dapat dimasukkan dalam kohor tertutup.
2. OPEN KOHOR (DYNAMIC KOHOR, DYNAMIC POPULATION)
Bisa menambahkan anggota baru selama perjalanan waktu, hanya dibatasi secara geografis.

BERDASARKAN TIMING KRONOLOGIS ANTARA KEJADIAN DAN FENOMENA SESUNGGUHNYA DALAM WAKTU PENELITIAN, KOHOR ADA 2 JENIS :
1. STUDY KOHOR PROSPEKTIF
Status paparan diukur pada awal penelitian dan kohor diikuti untuk melihat kejadian penyakit dimasa yang akan datang.
2. STUDI KOHOR HISTORIS/RETROSPEKTIF
Paparan penyakit sudah terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian.

BERDASARKAN TUJUANNYA STUDI KOHOR DI BAGI 2 JENIS :
1. RISET ETIOLOGI
Meneliti faktor-faktor resiko, etiologi penyakit atau kesudahan tertentu lainnya. Pada awal penelitian semua kelompok pembanding harus bebas dari penyakit
2. RISET PROGNOSIS
Sekelompok pasien didiagnosis mengalami penyakit, dimonitor secara sistematis selama periode waktu untuk melihat waktu perjalanan yang diperlukan sampai manifestasi klinis, melihat perkembangan penyakit, waktu perjalanan yang diperlukan untukterjadinya berbagai kesudahan penyakit, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.

KARAKTERISTIK PENELITIAN KOHOR
1. Bersifat observasional
2. Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat
3. Disebut juga study insiden
4. Terdapat kelompok control
5. Terdapat hipotesis spesifik
6. Dapat bersifat prospektif maupun retrospektif
7. Untuk kohor retrospektif datanya mengunakan data sekunder
8. Menggunakan Resiko Relatif untuk menentukan RR
KEUNTUNGAN KOHOR:
1. Kesesuaian dengan logika normal dalam membuat inferensi kausal
 
2. Dapat menghitung laju insidensi
 
3. Untuk meneliti paparan langka
 
4. Dapat mempelajari beberapa akibat dari suatu paparan
 
5. Menggunakan data sewaktu, kemungkinan bias seleksi dalam menyeleksi subjek dan status paparan kecil
6. Tidak ada subjek yang sengaja dirugikan karena tidak mendapat terapi yang bermamfaat atau mendapat paparan faktor yang merugikan.

KELEMAHAN KOHORT
1. Lebih mahal dan butuh waktu lama, dan pada kohor rektrospektif perlu data sekunder yang akurat dan handal
2. Tidak efisien dan tidak praktis untuk kasus penyakit langka
 
3. Risiko untuk hilangnya subyek selama penelitian, karena migrasi, partisipasi rendah atau meninggal
 
4. Faktor penelitian telah ditentukan lebih dahulu maka tidak cocok untuk menghipotesis faktor etiologi baru.

SUMBER KELOMPOK TERPAPAR
A. Populasi umum, untuk keadaan berikut:
1. Prevalensi paparan pada populasi cukup tinggi
 
2. Mempunyai batas geografik yang jelas
 
3. Secara demografik stabil
 
4. Ketersediaan catatan demografik yang lengkap dan up to date
B. Populasi khusus, untuk keadaan berikut:
1. Prevalensi paparan dan kejadian penyakit pada populasi umum rendah
 
2. Kemudahan untuk memperoleh informasi yang akurat pada populasi khusus


SUMBER KELOMPOK TAK TERPAPAR
A. POPULASI KOHOR
Kelompok Tak Terpapar bisa dipilih dari populasi yang sama dengan populasi terpapar
 

B. POPULASI UMUM
Kelompok Tak Terpapar bisa dipilih dari populasi yang bukan dengan populasi terpapar
 
KELEMAHAN :
1. Secara rata-rata mempunyai derajad kesehatan yang lebih rendah daripada populasi khusus, terutama kelompok pekerja.
2. Data kependudukan, kesehatan dan medis pada populasi umum biasanya tidak seakurat populasi khusus
3. Penggunaan populasi umum sebagai asal kelompok tak terpapar mengasumsikan bahwa tidak ada paparan sama sekali pada populasi itu.

2. STUDI KASUS KONTROL ( Case Control Study)
Merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan – penyakit dengan cara menentukan sekelompok orang-orang berpenyakit (kasus) dan kelompok orang yang tidak berpenyakit (control), lalu membandingkan frekuensi paparan pada kedua kelompok.
Memilih subjek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.

BERDASARKAN TIMING KRONOLOGIS ANTARA KEJADIAN DAN FENOMENA SESUNGGUHNYA DALAM WAKTU PENELITIAN, CASE CONTROL ADA 2 JENIS :
1. STUDY CASE CONTROL PROSPEKTIF
Status paparan diukur pada awal penelitian dan kohor diikuti untuk melihat kejadian penyakit dimasa yang akan datang.

2. STUDI CASE CONTROL HISTORIS/RETROSPEKTIF
Paparan penyakit sudah terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian.

KEKUATAN CASE CONTROL :
1. Murah, mudah dilakukan
2. Cocok untuk meneliti periode penyakit yang panjang
3. Sesuai untuk penyakit langka dan jarang
4. Memiliki keluasaan menentukan rasio ukuran sampel dan control yang optimal
5. Resiko / beban pada subjek penelitian kecil
6. Sudah ada data penyakit, misalnya : Laporan kasus KLB dll.
7. Memungkinkan peneliti untuk mengamati jenis penyebab lainnya yang mungkin menjadi faktor penyebab sebuah penyakit
KELEMAHAN :
1. Studi case control terletak pada penggunaan logika yang berkebalikan dengan paradigma eksperimen klasik : melihat akibatnya dahulu baru menyelidiki apa penyebabnya.
2. Rawan terjadinya bias
3. Tidak efesien untuk menyelidiki paparan langka
4. Tidak dapat menghitung laju insidens baik populasi yang terpapar maupun tidak terpapar
5. Untuk menghitung besarnya Resiko Relatif menggunakan Odds Rasio ( mendekati RR)
6. Kadang-kadang Study case control menggunakan data historis tidak mudah membedakan data prevalensi dengan data insidensi. Sebagai studi etiologi, case control membutuhkan data insidensi, bukannya data prevalens/ hanya meneliti sebuah penyakit.
7. Jika kelompok kasus dan kelompok control dipilih dari dua populasi yang terpisah/ kesulitan memilih control yang tepat.
MEMILIH KASUS
 
Ada 3 kreteria dalam memilih kasus :
1. Kreteria Diagnosis
2. Populasi pada sumber kasus
3. Jenis data penyakit
Kreteria diagnosis dan defenisi kasus harus dibuat sejelas-jelasnya agar tidak terjadi bias pengukuran.
Populasi Kasus bisa diambil dari rumah sakit maupun masyarakat

MEMILIH KONTROL
Kreteria memilih control :
1. Karakteristik populasi sumber kasus
2. Keserupaan antara control dan kasus
3. Pertimbangan praktis dan ekonomis
Kontrol yang terpilih tidak perlu mencerminkan populasi semua individu yang terkena penyakit yang diteliti.
Populasi kontrol bisa diambil dari rumah sakit maupun masyarakat

Contoh :
 
Penelitian Tentang Hubungan Penyakit Chikungunya Pada Kelompok Masyarakat terhadap Faktor Lingkungan Perumahan dan Kebiasaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

Maka Tahapannya :
1. Menentukan Hipotesa :
Apakah ada hubungan Faktor lingkungan Perumahan dan Kebiasaan PSN dengan penyakit Chikungunya.
2. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian
- Variabel dependen(Efek): Masyarakat yang menderita Chikungunya
- Variabel independen: Faktor Lingkungan Perumahan (Kepadatan Hunian, Pencahayaan, Suhu,Kelembaban Rumah, Adanya TPA dan Karakteristik TPA)
- Variabel independent yang lain: Kebiasaan Warga dengan penerapan Praktik 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)
2. Menentukan subjek penelitian (populasi dan sample penelitian).
 
Subjeknya adalah Masyarakat di daerah yang terserang penyakit Chikungunya
Pada subjek ini perlu dibatasi di daerah yang dianggap menjadi populasi dan sample penelitian ini.
3. Mengidentifikasi kasus
Masyarakat yang terkena Chikungunya tercatat pada sarana pelayanan kesehatanberdasarkan penetapan diagnose dokter dan pemeriksaan laboratorium dan warga yang terserang penyakit dengan ciri-ciri chikungunya misal, demam, ruam, nyeri sendi, nyeri otot, pusing.
4. Memilihan subjek sebagai control
Masyarakat yang tidak terkena chikungunya, misalnya tetangga penderita.
Kontrol hendaknya didasarkan pada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. (ciri-ciri masyarakat, sosial ekonomi dan sebagainya) misalnya tetangga penderita.
5. Melakukan pengukuran secara retrospektif
- Pengukuran terhadap kasus (Penderita Chikungunya) dan dari kontrol (Masyarakat yang tidak menderita Chikungunya).
 
- Memberikan pertanyaan kepada Masyarakat dengan metode Tanya jawab. (jenis TPA, Kondisi Fisik Lingkungan Perumahan, Kebiasaan Menguras, Menutup, mengubur dan lain-lain).
- Melihat kondisi lingkungan perumahan, mengukur lingkungan fisik ; pecahayaan, suhu, kelembaban, kepadatan hunian dll.
6. Melakukan pengolahan dan analisis data.
Dilakukan dengan membandingkan proporsi Masyarakat dengan Faktor Lingkungan(pencahayaan,Suhu, Kelembaban, Keberadaan TPA, Karakteristik TPA) Kebiasaan 3M pada kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Akhirnya diharapkan akan muncul atau ada tidaknya hubungan antara penyakit Chikungunya dengan Faktor Lingkungan Perumahan dan Kebiasaan PSN.


3. STUDI POTONG LINTANG ( Cross Sectional Study)
Adalah studi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya secara serentak pada individu-individu dari populasi pada satu saat.

JENIS JENIS POTONG LINTANG
1. STUDI POTONG LINTANG DISKRIPTIF
Meneliti prevalen penyakit atau paparan, atau kedua-duanya pada suatu populasi tertentu. Prevalensi adalah proporsi kasus pada populasi pada suatu saat.
Studi prevalensi “periode” biasanya dilakukan untuk penyakit-penyakit kronis yang gejalanya intermiten.
Bukan studi longitudinal karena tidak melakukan follow up.

2. STUDI POTONG LINTANG ANALITIK
Mengumpulkan data prevalens paparan dan penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-perbedaan penyakit antara kelompok terpapar dan kelompok tak terpapar dalam rangka meneliti hubungan antara paparan dan penyakit.

PEMILIHAN SAMPEL
1. Studi potong lintang diskriftif dianjutkan untuk menggunakan prosedur random sampling agar deskripsi dalam sampel mewakili populasi sasaran
2. Dapat juga menggunakan tekhnik pencuplikan random komplek :
a. Strata random komplek
b. Kluster random komplek
3. Prosedur sampel random sederhana dapat digunakan pada studi cross secsional analitik jika frekuensi paparan maupun penyakit cukup tinggi.
KEKUATAN STUDY POTONG LINTANG
1. Mudah dilakukan dan murah
2. Tidak memerlukan follow up
3. Efisien untuk mendiskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan sejumlah karakteristik populasi missal umur, sex, ras maupun social ekonomi.
4. Bermamfaat untuk membuktikan hipotesis hubungan kausal yang akan diuji dalam studi analitik lainnya, seperti kohor, dan case control.
5. Bermamfaar bagi subjek yang kebetulan menjadi control.
KELEMAHAN STUDY POTONG LINTANG
1. Validitas penilaian hubungan kausan menuntut sekuensi waktu (temporal sequence) yang jelas antara paparan dan penyakit(yaitu, paparan harus mendahului penyakit)
2. Ketidak pastian dalam studi pototng lintang tentang mana yang lebih dulu muncul, paparan atau penyakit
3. Menggunakan data prevalensi bukan data insidensi

Contoh :
Hubungan penyakit Typoid pada anak SD, dengan kebiasaan Jajan sembarangan dan Kebiasaan cuci tangan sebelum makan.
Langkah-Langkah :
1. Merumuskan hipotesa
Apakah ada hubungan kebiasaan jajan sembarangan dan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian penyakit typoid pada anak SD?
2. Mengidentifikasi Variabel penelitian
Faktor Resiko : Kebiasaan Jajan sembarangan dan Tidak cuci tangan
Efek : Terkena penyakit typoid
Faktor Resiko yang tidak diteliti : Status Ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, Status Kebersihan Lingkungan Keluarga si anak,Tersedianya Sarana Sanitasi,Status Gizi, Daya Tahan Tubuh, adanya keluarga yang pernah sakit typoid dll.
 
3. Menetapkan Subjek Penelitian
Anak SD Anak SD dengan ciri-ciri typoid misalnya: demam, diare, mual, muntah, pusing, optipasi,anorexia dengan system Random Sampling pada anak SD.
4. Melaksanakan pengukuran
o Didapatkan Anak SD Sakit, dengan kebiasan Jajan Sembarangan dan Tidak cuci tangan (A)
o Di dapatkan Anak SD sehat, dengan Tidak kebiasaan jajan sembarangan dan tidak cuci tangan (B)
o Didapatkan Anak SD sakit, dengan kebiasaan jajan sembarangan dan tidak cuci tangan(C)
o Di dapatkan anak SD Sehat dengan prilaku sehat (D)
5. Analisa Data

                                                          PENYAKIT TYPOID
                                                         YA      :    TIDAK   : JUMLAH
KEBIASAAN JAJAN      :  YA :       A        :      B          :  A + B
SEMBARANGAN DAN
TIDAK CUCI TANGAN : TIDAK : C        :       D         : C + D


Rasio Prevalensi (RP) = A/(A + B) : C/(C + D)
·                      Bila Rp = 1 maka variable yang diduga merupakan vaktor resiko tidak ada pengaruhnya terhadap penyakit (Netral)
·                     Bila RP > 1, maka Variabel tersebut merupakan faktor resiko penyebab penyakit
·                      Bila RP < 1, maka Variabel Resiko justru mengurangi resiko penyakit
·                      Bila RP mencakup angka 1 maka populasi yang diwakili oleh sampel mungkin prevalensinya = 1, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa faktor tersebut faktor resiko

kesehatan reproduksi usia lanjut (lansia)


Mengenal Gejala Menopause dan Cara Mengatasi

MENOPAUSE merupakan berhentinya siklus menstruasi secara pemanen dan merupakan suatu titik balik dan bukan penyakit. Akan tetapi, kondisi ini bisa memengaruhi kesejahteraan hidup perempuan.

Penyebab

Usia merupakan pemicu utama menopause. Kondisi ini merupakan sisi lain dari pubertas, akhir dari usia subur, yang disebabkan oleh melambatnya fungsi ovarium. Selain itu, menopause juga disebabkan operasi tertentu dan pengobatan medis. Penanganan medis ini termasuk pengangkatan ovarium, kemoterapi, dan terapi radiasi panggul. Pengangkatan rahim tanpa mengangkat ovarium kemungkinan tidak akan memicu menopause.

Kapan menopause mulai? Berdasarkan data dari National Institute on Aging, seperti dikutip situs webmd.com, rata-rata perempuan mengalami menopause secara alami di usia 51. Tapi menopause bisa mulai lebih awal. Beberapa perempuan mulai mengalami menopause di usia 40 dan sangat sedikit perempuan yang menopause di akhir usia 60-an.

Perempuan yang merokok cenderung mengalami menopause beberapa tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak merokok. Belum ada cara pasti memperhitungkan usia menopause. Hanya perempuan yang tidak mengalami menstruasi selama 12 bulan berturut-turut, tanpa penyebab yang jelas, yang bisa dikatakan sudah menopause.

Sebelum menopause (perimenopause). Menopause alami terjadi secara bertahap. Ovarium tidak berhenti dengan tiba-tiba, tetapi melambat secara perlahan. Masa perubahan ke menopause dikenal dengan perimenopause. Selama masa perimenopause, Anda masih memiliki kemungkinan hamil. Meskipun menstruasi tidak bisa diprediksi, ovarium masih berfungsi dan Anda masih bisa ovulasi.

Gejala menopause. Begitu menopause mendekat, periode menstruasi akan berubah. Tapi perubahan tersebut bisa bervariasi pada setiap perempuan. Ada yang semakin pendek atau lama, semakin banyak atau berkurang, dengan waktu yang lebih lama atau lebih singkat di antara periode. Perubahan seperti ini normal. Tapi jika Anda mengalami perdarahan berat atau jarak periode terlalu dekat, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter. Berikut gejala lain menopause:

Hot flashes (kilas panas). Gejala ini umum dialami perempuan menopause. Hot flashes merupakan perasaan panas yang muncul sebentar dan membuat wajah serta leher memerah. Selain itu, bisa juga menyebakan munculnya bintik merah di dada, punggung dan lengan. Kondisi ini kemungkinan diikuti oleh keringat dan perasaan dingin.

Intensitas kilas panas berbeda-beda dan umumnya bertahan antara 30 detik hingga 10 menit. Anda bisa mengatasi masalah ini dengan mengenakan pakaian tipis, menggunakan kipas angin, olahraga teratur, menghindari makanan pedas dan panas, serta mengontrol stres.

Gangguan tidur. Kilas panas yang terjadi di malam hari bisa mengganggu tidur dan menyebabkan munculnya keringat. Cobalah trik berikut:


  • Gunakan kipas angin di kamar Anda

  • Hindari selimut tebal

  • Kenakan pakaian dari katun ringan atau material tipis lainnya di malam hari.

  • Sediakan kain basah di dekat Anda. Dengan begitu, Anda bisa langsung mendinginkan diri begitu kilas panas muncul.



Gangguan seks. Menurunnya produksi estrogen bisa memicu keringnya vagina. Hal ini akan membuat hubungan intim terasa sakit. Cobalah menggunakan pelumas (lubricant) larut dalam air. Selain itu, menopause juga bisa mengubah libido. Jika gangguan seks ini muncul, cobalah berkonsultasi dengan dokter.

Kontrol gejala kronis. Jika gejala-gejala menopause Anda mengganggu aktivitas, berkonsultasilah dengan dokter. Dokter bisa membantu Anda mempertimbangkan perlu tidaknya terapi hormon dan obat yang diresepkan lainnya, seperti pil KB dosis rendah pada masa perimenopause, antidepressant, obat tekanan darah, krim vagina serta terapi lainnya. Selain itu, dokter juga bisa menganjurkan penyesuaian gaya hidup, seperti diet, olahraga, tidur dan mengontrol stres.

Terapi hormon pengganti. Terapi ini bisa meredakan gejala -gejala menopause. Dokter bisa membantu memilih beragam produk yang tersedia. Badan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) menganjurkan penggunaan produk dosis rendah dan dalam waktu sesingkat mungkin. Hal ini karena studi telah menemukan bahwa penggunaan  terapi pengganti hormon jangka panjang bisa meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, pengentalan darah dan kanker payudara. (MI/ICH)

Bosan membahas blogger yang impoten, kali ini saya akan membahas tanda dan gejala menopause. Pada tulisan ini saya tidak akan membahas penyebab dan cara mengurangi gejala menopause karena kalau dibahas dalam satu tulisan akan terlalu panjang. Pembahasan tentang penyebab dan penanggulangan gejala menopause akan saya bahas di lain kesempatan.
Sebelumnya saya cuplik sedikit apa yang dimaksud dengan menopause. Seorang wanita disebut memasuki atau mengalami menopause bila yang bersangkutan tidak menstruasi lagi dalam rentang waktu 12 bulan. Usia saat seorang wanita memasuki menopause masih menjadi perdebatan sengit, tapi sebagai pegangan beberapa ahli di bidang menopause memberi ancer ancer umur antara 45 sampai 55 tahun.
Lalu apa yang terjadi saat wanita memasuki masa menopause? Untuk diketahui, gejala dan tanda menopause yang dialami seorang wanita sifatnya sangat individual. Bagi wanita yang tahan banting, mereka tidak akan terlalu merasakan gejala saat memasuki masa menopause, sebaliknya yang agak ‘perasa’ akan merasakan keluhan hebat baik fisik maupun mental. Beberapa tanda dan gejala tersebut antara lain :
Perdarahan 
Perdarahan disini adalah perdarahan yang keluar dari vagina. Tidak seperti menstruasi yang datangnya teratur, perdarahan yang terjadi pada wanita menopause tidak teratur. Gejala ini terutama muncul pada saat permulaan menopause. Perdarahan akan muncul beberapa kali dalam rentang beberapa bulan untuk kemudian berhenti sama sekali. Karena munculnya pada masa awal menopause, gejala ini sering disebut gejala peralihan.
Rasa panas dan keringat malam
Rasa panas sering dialami wanita yang memasuki masa menopause. Perasaan ini sering dirasakan mulai dari wajah menyebar ke seluruh tubuh. Rasa panas ini sering disertai dengan warna kemerahan pada kulit dan berkeringat. Perasaan ini sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Meskipun penjelasan tentang fenomena ini belum diketahui dengan pasti namun diduga terjadi akibat dari fluktuasi hormon estrogen. Seperti diketahui, pada saat menopause, kadar hormon estrogen dalam darah akan anjlok secara tajam sehingga berpengaruh terhadap beberapa fungsi tubuh yang dikendalikan oleh hormon ini.
Sampai saat ini belum ditemukan metode untuk memperkirakan pada usia berapa penomena ini akan muncul dan kapan akan berakhir. Rasa panas ini bahkan sudah terjadi sebelum seorang wanita memasuki masa menopause. Gejala ini akan menghilang dalam 5 tahun pada sekitar 80% wanita, sisanya akan terus mengalaminya sampai dengan 10 tahun.
Sialnya, disamping rasa panas dan kemerahan, penderitaan wanita yang sedang menopause juga ditambah dengan keringatan di malam hari. Gejala ini tentu akan menganggu tidur yang menyebabkan wanita yang mengalaminya akan selalu kurang tidur.
Gejala pada vagina
Gejala pada vagina muncul akibat dari perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina. Vagina menjadi kering dan kurang elastis akibat dari penurunan kadar estrogen. Selain itu muncul pula rasa gatal pada vagina dan yang lebih parah adalah rasa sakit saat berhubungan seksual. Perubahan pada vagina ini juga mengakibatkan wanita menopause rentan terhadap infeksi vagina.
Gejala perkemihan
Perubahan yang terjadi pada lapisan vagina juga terjadi pada saluran urethra. Urethra adalah saluran yang menyalurkan air seni dari kandung kemih ke luar tubuh. Saluran urethra juga akan mengering, menipis dan berkurang keelastisannya akibat dari penurunan kadar estrogen. Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran kencing, selalu ingin kencing dan ngompol.
Gejala emosional dan kognitif
Wanita yang akan memasuki masa menopause sering mengalami gejala emosional dan kognitif yang bervariasi. Gejala ini antara lain, kelelahan mental, masalah daya ingat, lekas marah, dan perubahan mood yang berlangsung cepat. Sangat sulit untuk mengetahui gejala yang manakah yang dipengaruhi oleh perubahan hormon. Perubahan emosional ini terkadang tidak disadari oleh wanita yang sedang menopause sehingga perlu pendekatan khusus untuk masalah ini. Pendekatan ini untuk meyakinkan wanita tersebut atas apa yang sedang diderita. Keringat dingin yang muncul juga memberi kesan kelelahan fisik akibat dari kurang tidur.
Perubahan fisik yang lain
Perubahan fisik lainnya antara lain perubahan distribusi lemak tubuh yang mana pada wanita menopause lemak akan menumpuk pada pinggul dan perut. Perubahan tekstur kulit, kerutan kulit, dan terkadang disertai dengan jerawat.
Setelah sekian lama membahas tubuh manusia yang segar segar, tidak apa khan sekali sekali membahas yang sudah uzur. Kita tidak bisa menutup mata, kelak kita pasti akan mengalaminya.

Senin, 05 Maret 2012

SURVEI EPIDEMIOLOGI

Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveillance” mula-mula arti yang diberikan kepada “Surveillance” ialah satu macam observasi dari seorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berupa pengawasan medis, tanpa mengawasi beberapa kebebasan bergerak dari orang atau orang-orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama dilakukan pada penderita-penderita penyakit menular yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan sifilis. Lamanya observasi sama dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud sebenarnya dari pengamatan seperti ini ialah supaya dengan segera dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada kasus-kasus yang dicurigai itu.
Arti dari “Surveillance” berkembang dan lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950 istilah “Surveillance” dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja. Pada waktu mulai dijalankan program-program pemberantasan penyakit, penyakit malaria, patek, cacar dan “urban yellow fever”. Cara untuk mengetahui kemajuan dari program-program tersebut dengan melihat menurunnya jumlah peristiwa dan dimana terdapat peristiwa-peristiwa tersebut. Karena “Surveillance” ini memerlukan ilmu epidemiologi, maka kemudian ia disebut “Epidemiological Surveillance”, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Surveilens Epidemiologi.
Dengan demikian Surveilens Epidemiologi mencakup keterangan-keterangan mengenai penderita, tempat, waktu, keadaan vektor dan faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan penyakit. Perlunya keterangan-keterangan yang banyak itu disebabkan oleh berubahnya pendapat tentang patogenesis penyakit menular.
Mula-mula orang berpendapat bahwa penyakit menular disebabkan oleh hanya satu faktor saja yaitu kuman, tetapi sekarang orang berpendapat sebagai berikut: walaupun kuman diperlukan untuk menimbulkan suatu infeksi, beradanya kuman tersebut dalam tubuh tidak mutlak harus menimbulkan satu penyakit atau menularkan penyakit tersebut lebih lanjut. Faktor-faktor lain seperti dosis dari infeksi, macam dan lamanya penularan, keadaan umum dan gizi dari penderita, cara hidup penderita dan lingkungannya ikut menentukan terjadinya penyakit. Dalam pemberantasan malaria tercampur kegiatan “Surveilens” dan peberantasan. Dalam perkembangannya, surveilens epidemiologi merupakan kegiatan tersendiri, yaitu mengumpulkan, menganalisa data dan menyebarluaskan informasi atas dasar hasil analisa tersebut kepada yang berkepentingan, ini merupakan tugas penuh dari ahli epidemiologi dan ahli statistik.
Pada tahun 1968, World Health Assembeley (W.H.A) XXI mengadakan diskusi teknis mengenai “National and Global Surveilance of Communicable Diseases”. Sebelum tahun 1968 telah dilaksanakan Surveilance Epidemiologi pada beberapa negara. Namun bahan-bahan yang dibicarakan dalam diskusi tersebut sebagian besar berasal dari Atlanta dan Praha.
Definisi Epidemiologi yang dikemukakan oleh Langumuir dari Atlanta adalah sebagai berikut: “Surveilance might be defined as the exercise of continous scrutiny of and watchfullness over distribution and spread of infectious and factors relating there to, of sufficient accuracy and completeness to be pertinent to effective control.” Definisi untuk Karel Paska dari Praha adalah sebagai berikut: “Surveilance can be defined as the epidemiologi study of disease as the dynamic proces involving the ecology of the infectious agent, the host, the reservoirs and the vectors, as well as the complex mechanism concerned in the pread of invection and the exten to wich this spread wil occur. The purpose of surveillance is to use all appropriate epidemiological and other methods as a guide to the control of disease.” Dalam diskusi teknis dikemukakan pula beberapa definisi lain, yang berbeda satu sama lain tergantung pada penyakit yang hendak diamati dan dimana meletakkan titik beratnya. Namun dari bermacam-macam definisi tersebut terdapat 3 ciri khas yaitu : 1. Pengumpulan data epidemiologi secaara sistematis dan teratur secara terus- menerus. 2. Pengolahan, analisa dan interpretasi data tersebut yang menghasilkan suatu informasi. 3. Penyebaran dari hasil informasi tersebut kepada orang-orang atau lembaga yang berkepentingan. 4. Menggunakan informasi tersebut dalam rangka memantau, menilai dan merencanakan kembali program-rogram atau pelayanan kesehatan. Unsur-Unsur dari Surveilens Epidemiologi
Data yang harus dikumpulkan berasal dari bermacam-macam sumber dan berbeda-beda diantara satu negara dan negara yang lain. Sumber-sumber tersebut disebut unsur-unsur Surveilens Epidemiologi.
Unsur-unsur Surveilens Epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular adalah sebagai berikut: 1. Pencatatan Kematian Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke Kantor Kelurahan seterusnya ke Kantor Kecamatan dan Puskesmas dan dari Kantor Kecamatan dikirim ke Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II. Untuk meningkatkan kelengkapan data kematian telah dilakukan Studi Epidemiologi Bekasi; dan studi Mortalitas di Jakarta. Pada beberapa daerah tertentu Amil yaitu yang memandikan mayat berperan dalam melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengakapan pencatatan kematian, yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis oleh dokter. Unsur ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan. 2. Laporan Penyakit Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman, “cyclic, atau secular”. Dengan demikian kita mengetahui pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi letusan pada daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana mungkin, variabel “orang” cukup nama dan umurnya; variabel tempat, cukup alamatnya. Tentu yang penting dicatat diagnosa penyakit dan kapan mulai timbulnya penyakit tersebut. 3. Laporan Wabah Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah, dll. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat dan orang, penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut. 4. Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebaba penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit Diabeties Mellitus, dll. 5. Penyakit Kasus Penyelidikan kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit yang belum umum diketahui yang terjadi pada seorang atau lebih individu. 6. Penyelidikan Wabah Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa, maka perlu diadakan penyelidikan wabah di tempat dimana bila diadakan analisa data sekunder, dapat diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosa klisis, diagnosa laboratoris disamping penyelidikan epidemi di lapangan. 7. Survey Survey ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalens penyakit. Dengan ukuran ini diketahui luas masalah penyakit tersebut. Bila setelah disurvey pertama dilakukan pengobatan terhadap penderita, maka dengan survey kedua dapat ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut. 8. Penyelidikan tentan distribusi dari vektor dan reservoir penyakit Penyakit zoonosis terdapat mannusia dan binatang; dalam hal ini binatang dan manusia merupakan reservoir. Penyakit pada binatang diselidiki oleh dokter. Penyakit malaria ditularkan oleh vektor nyamuk anopheles, dan penyakit demam berdarah ditularkan oleh vektor Aedes Aegypti. Vektor-vektor tersebut perlu diselidiki ahli entomologi untuk mengetahui apakah mengandung kuman malaria, atau virus dari demam berdarah. 9. Penggunaan Obat-obatan, Sera dan Vaksin Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-bahan terssebut, yaitu mengenai banyaknya, jenisnya dan waktunya memberi petunjuk kepada kita mengenai masalah penyakit. Disamping itu dapat pula dikumpulkan keterangan mengenai efek sampingan dari bahan-bahan tersebut. 10. Keterangan tentang Penduduk serta Lingkungan Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”. Persediaan bahan makanan penting diketahui apakah ada hubungan dengan kekurangan gizi, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisa epidemiologis. Data atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lembaga non kesehatan. Dari 10 macam itu, seorang epidemiologis mendapat keterangan untuk mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi suatu penyakit. Tentu saja tidak semua (10) unsur itu digunakan untuk surveillens seluruh penyakit; misalnya untuk cacar penting untuk no.1 dan no.2; untuk salmonella diperlukan unsur no.4; harus dibedakan antara pengertian surveilens dan riset. Riset adalah usaha mencari informasi baru dalam rangka pengobatan pencegahan dan promosi kesehatan; dalam hal ini perlu dibuat suatu disain penelitian yang bukan merupakan suatu kerja yang rutin. Tetapi “Surveilens Epidemiologi” merupakan suatu kegiatan yang rutin. Yang mungkin menghasilkan informasi yang biasa atau luar biasa. Bila terjasi hal yang “luar biasa”, disinilah letak kepentingan Surveilens Epidemiologi itu. Kegunaan Surveilens Epidemiologi Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk: 1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit. 2. Untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas. 3. Untuk meramalkan terjadinya wabah. 4. Untuk menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dll. 5. Untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan. V. Pelaksanaan Survelens Epidemiologi di Indonesia Sudah sejak lama diadakan kerjasama internasional di bidang penyakit karantina (cacar, kolera, tipes, pes, relapsing fever, demam kuning dan demam balak-balik yang diatur oleh “International Sanatary Regulations (ISR)”. Prinsip yang digunakan ialah penukaran dan pengumpulan data tentang penyakit karantina itu. Karantina disebut juga melaksanakan dan mengawasi bidang administratif dari ISR disamping mengumpulkan data. Dengan adanya karantina internasional itu, kini sudah mempunyai wadah untuk menjalankan surveilens penyakit menular di dunia. Hanya daftar penyakit yang termasuk dalam penyakit karantina sudah perlu berubah. Misalnya “relapsing fever” sudah hampir tidak ada, atau terdapat pada bagian dunia yang sangat terbatas. Sebaliknya muncul penyakit-penyakit lain yang pentingkarena sifat penalarannya. Akhir-akhir ini WHO sudah merubah daftar penyakit karantina, yaitu Singapura dan Australia tidak menjadi anggota ISR. Karena itu perlu dipertimbangkan kerjasama regional yang khusus antara negara tetangga kita, sehingga usaha-usaha Surveilens Epidemiologi dapat dijlankan dengan efektif. Setelah diskusi Teknis WHO tahun 1968, pelaksanaan Konsep Surveilens Epidemiologi yang baru, dilaksanakan di Indonesia dengan dimulainya Seminar dan Lokakarya Surveillens Epidemiologi di Ciloto tahun 1969. Hasil dari Lokakarya ini antara lain merekomendasikan pelaksanaan Surveilens Epidemiologi di Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi, Kabupaten, bahkan sampai ke tingkat bawah. Penyakit-penyakit yang dianjurkan di bawah Survelens ini ialah cacar, kolera, malaria, frambusia, tbc, kusta dan penyakit kelamin. Mulai tahun 1972 penyakit cacar dinyatakan sudah terbasmi di Indonesia. Lokakarya dan Seminar Surveilens Epidemiologi di Ciloto diadakan pada tahun-tahun berikutnya. Begitu pula diadakan penataran epidemiologi kepada petugas kesehatan dan pouskesmas pada beberapa Propinsi. Pada saat ini Departemen Kesehatan sudah menunjuk 1 Puskesmas dari suatu Kabupaten untuk melaksankan Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular.