Indikator utama derajat kesehatan
masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Akan tetapi, kenyataan yang terjadi,
hampir semua negara di dunia, AKB cenderung kurang mendapat perhatian. Angka
kematian bayi sangat bervariatif pada setiap negara dan masih tergolong tinggi
di negara berkembang 1.
Berdasarkan buku tahunan statistik
ASEAN (Association of South East Asian
Nations), Brunei Darusallam, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand
tergolong AKB yang rendah, yaitu di bawah 20 per 1000 kelahiran hidup.
Sedangkan Indonesia, AKB-nya yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini masih
di bawah negara Filipina, yang AKB-nya adalah 26 per 1000 kelahiran hidup.
Terkait program Millenium Development
Goals (MDGs) 2015, Indonesia menargetkan mampu menurunkan angka kematian
bayi menjadi 23/1000 kelahiran hidup 2.
Salah satu penyebab kematian bayi dan
balita di Indonesia adalah infeksi, termasuk infeksi saluran nafas dan diare.
Selain itu, masalah gizi seperti kurang kalori dan protein, juga menjadi salah
satu penyebab kematian bayi di Indonesia. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kematian bayi akibat masalah tersebut adalah dengan
memperbaiki gizi bayi. Pemberian makanan yang tepat pada bayi adalah salah satu
tindakan yang dapat dilakukan. Makanan yang tepat untuk bayi adalah Air Susu
Ibu (ASI), terlebih lagi pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI satu jam
pertama setelah melahirkan dapat memberikan efek protektif khusus pada bayi 3.
Menyusui pada satu jam pertama
kehidupan dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD merupakan salah satu
program pemerintah dalam menurunkan AKB terkait target pencapaian MDGs 2015.
IMD dimulai dengan adanya kontak kulit antara ibu dan bayi yang baru lahir
kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI. Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan inisiasi menyusu dini sebagai bagian dari upaya mengoptimalisasi
pemberian ASI secara eksklusif dan sebagai bagian manajemen laktasi 4. Persentase proses
mulai menyusui pada anak 0-23 bulan di Indonesia kurang dari satu jam (< 1
jam) setelah bayi lahir masih sangat rendah yaitu 29,3%. Sementara untuk
Sulawesi Tenggara adalah 27,6% 5.
Berdasarkan
data yang telah diperoleh, AKB di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sebesar 3 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun
2011 sebesar 5 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2012 tercatat sebesar 7
per 1000 kelahiran hidup. Akan tetapi, angka ini belum dapat menggambarkan AKB
di populasi sebab terdapat kejadian kematian bayi yang tidak tercatat dan
terjadi di luar fasilitas kesehatan 6.
Dalam upaya menurunkan angka kematian
bayi dan mensosialisasikan pentingnya manfaat dari inisiasi menyusu dini, perlu
diupayakan program yang dapat meningkatkan IMD. Agar program tersebut tepat
sasaran dan sesuai dengan target yang ingin dicapai maka harus diketahui
terlebih dahulu faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD.
Berdasarkan studi pendahuluan berupa
wawancara kepada bidan yang bertugas di poli KIA Puskesmas Abeli bahwa Inisiasi
Menyusu Dini sudah diterapkan sejak Februari 2012. Namun, tidak semua ibu
bersalin mau melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini diduga disebabkan
karena sampai saat ini belum pernah diadakan penyuluhan maupun kegiatan promosi
kesehatan lainnya terkait Inisiasi Menyusu Dini sehingga dapat mempengaruhi
pengetahuan dan sikap ibu terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Selain
itu, tidak semua petugas kesehatan yang membantu persalinan menerapkan proses
Inisiasi Menyusu Dini pada ibu bersalin serta dukungan dari keluarga terutama
suami kurang didapatkan ibu untuk melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini.
Metode
Penelitian
ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional
study dan dilaksanakan pada
bulan Mei – Juni 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
melahirkan selama periode 1 Januari hingga 30 April 2013 di Wilayah Kerja
Puskesmas Abeli yang terdaftar dalam register persalinan di Puskesmas Abeli
berjumlah 105 orang. Sampel
berjumlah 83 orang diperoleh dengan acak sederhana (simple random sampling).
Hasil
Pengetahuan Ibu
Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai χ2hitung=37,987 dan ρ
Value=0,000 maka χ2hitung
> χ2tabel dan ρ Value
< α 0,05, berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu terkait
IMD dengan pelaksanaan IMD. Setelah diuji keeratan hubungan dengan uji
koefisien Phi (RØ) diperoleh nilai 0,709
yang menunjukkan bahwa antara pengetahuan ibu dan pelaksanaan IMD mempunyai
tingkat hubungan kuat.
Sikap Ibu
Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai χ2hitung=37,987 dan ρ
Value=0,000 maka χ2hitung
> χ2tabel dan ρ Value < α 0,05, berarti ada
hubungan yang bermakna antara sikap ibu terkait IMD dengan pelaksanaan IMD.
Setelah diuji keeratan hubungan dengan uji koefisien Phi (RØ) diperoleh nilai 0,738 yang menunjukkan
bahwa antara pengetahuan ibu dan pelaksanaan IMD mempunyai tingkat hubungan
kuat.
Dukungan Suami
Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai χ2hitung=53,936 dan ρ
Value=0,000 maka χ2hitung
> χ2tabel dan ρ Value
< α 0,05, berarti ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami terkait
pelaksanaan IMD dengan pelaksanaan IMD. Setelah diuji keeratan hubungan dengan
uji koefisien Phi (RØ) diperoleh nilai 0,839
yang menunjukkan bahwa antara pengetahuan ibu dan pelaksanaan IMD mempunyai
tingkat hubungan sangat kuat.
Dukungan Petugas Kesehatan
Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai χ2hitung=62,956 dan ρ
Value=0,000 maka χ2hitung
> χ2tabel dan ρ Value
< α 0,05, berarti ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas
kesehatan terkait pelaksanaan IMD dengan pelaksanaan IMD. Setelah diuji
keeratan hubungan dengan uji koefisien Phi
(RØ) diperoleh nilai 0,903 yang menunjukkan bahwa antara
pengetahuan ibu dan pelaksanaan IMD mempunyai tingkat hubungan sangat kuat.
Diskusi
Pengetahuan Ibu
Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki
pengetahuan kurang terkait IMD tidak melaksanaan IMD pasca melahirkan. Sedangkan
pada responden yang memiliki pengetahuan cukup sebagian besar melaksanakan IMD.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2009)4
dan Rahmawati (2008)7 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan pelaksanaan IMD yang berarti bahwa
semakin baik pengetahuan ibu semakin baik pula tindakan ibu dalam pelaksanaan
IMD.
Pengetahuan
mengenai IMD yang diperoleh ibu di wilayah kerja puskesmas Abeli berasal dari
petugas kesehatan pada saat posyandu. Akan tetapi, kegiatan penyuluhan terkait
IMD tidak diadakan pada semua posyandu di wilayah kerja puskesmas Abeli.
Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh bidan yang bertanggung jawab pada posyandu
tersebut.
Hal
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007)8 bahwa paparan informasi
(media massa) dapat mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang. Selain paparan informasi (media
massa), Notoatmodjo (2007)8 juga menyatakan bahwa pendidikan, lingkungan sekitar
dan pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Hal
ini terbukti dengan kondisi riil di lapangan, pendidikan ibu juga memiliki
peranan yang penting dalam menyerap informasi yang diperoleh sehingga berdampak
pada pengetahuan ibu mengenai IMD. Sebagian besar ibu berada pada tingkat
pendidikan tamat SMP sehingga memungkinkan ibu tidak memahami atau kurang
menyerap informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan terkait IMD pada
saat posyandu yang berimplikasi pada pengetahuan mereka yang sebagian besar
kurang terkait IMD.
Keadaan
yang tampak dari lingkungan sekitar ibu khususnya lingkungan sosial dapat
dinilai mempengaruhi pengetahuan ibu. Sebagian besar ibu yang memiliki
pengetahuan kurang terkait IMD dan pendidikan terakhir termasuk kategori
rendah, memiliki tetangga atau teman bergaul yang sepadan dengan mereka.
Sehingga jika salah seorang diantara mereka beranggapan bahwa tidak perlu
memeriksakan kehamilan di posyandu, yang lainnya pun akan beranggapan seperti
demikian yang pada akhirnya tidak salah seorang pun diantara mereka yang mendapatkan
informasi mengenai IMD dari petugas kesehatan di posyandu yang berdampak pada
pengetahuan mereka yang kurang terkait IMD.
Pengalaman
melahirkan ibu dapat
mempengaruhi pengetahuan ibu mengenai IMD yaitu pengalaman melahirkan bayinya.
Jika ibu memiliki paritas > 1 kali, maka pengetahuannya mengenai hal – hal
dalam persalinan salah satunya IMD akan berbeda dengan mereka yang memiliki
paritas 1 kali 9.
Sikap Ibu
Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki sikap
negatif terkait IMD tidak melaksanakan IMD. Sedangkan pada responden yang
memiliki sikap positif terkait IMD sebagian besar melaksanakan IMD. Hal ini
sejalan degan penelitian yang dilakukan oleh Indramukti (2012)10
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan praktik IMD pada ibu
pasca bersalin normal.
Hal
yang menyebabkan sebagian besar ibu memiliki sikap negatif terhadap pelaksanaan
yaitu pengetahuan ibu yang kurang terkait IMD sehingga berdampak pada sikap dan
pelaksanaan IMD. Selain faktor pengetahuan, sikap negatif ibu mengenai
IMD disebabkan karena kepercayaan mereka yang kurang terhadap IMD. Sebagian
besar dari mereka tidak mempercayai jika bayi yang baru lahir dapat langsung
menyusu dan dapat ditengkurapkan di dada ibu. Hal inilah yang kemudian membuat
mereka tidak melaksanakan IMD.
Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Ibu yang memiliki pengetahuan
cukup mengenai IMD dan manfaatnya sebagian besar akan memiliki sikap positif
terhadap IMD dan cenderung melaksanakan IMD selama 30 menit hingga 1 jam pasca
melahirkan 9.
Dukungan Suami
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak
mendapatkan dukungan suami terkait pelaksanaan IMD tidak melaksanakan IMD.
Sedangkan pada respoden yang mendapatkan dukungan suami sebagian besar
melaksanakan IMD. Peneltian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suryani dkk (2011)11 dan Yendra (2011)12 yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan pelaksanaan IMD.
Hal ini memberikan gambaran bahwa pelaksanaan inisiasi
menyusu dini sangat memerlukan dukungan dari suami di mana dukungan tersebut
yang paling dibutuhkan oleh ibu menyusui. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Roesli (2008)9 bahwa
kondisi emosi menentukan tingkat produksi ASI yang dihasilkan ibu. Kestabilan
emosi tersebut bisa diraih bila sang suami turut mendukung.
Hal yang menyebabkan dukungan suami tidak diperoleh
ibu pada saat bersalin yaitu suami sedang bekerja terutama bagi yang bermata
pencaharian sebagai nelayan yang kadang berminggu – minggu belum kembali ke
rumah. Selain itu, beberapa petugas kesehatan tidak membolehkan suami untuk
masuk ke ruang bersalin sehingga tidak dapat mendampingi ibu pada saat
persalinan yang akan berlanjut pada pelaksanaan IMD.
Dukungan Petugas Kesehatan
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak
mendapatkan dukungan petugas kesehatan terkait pelaksanaan IMD tidak
melaksanakan IMD. Sedangkan pada respoden yang mendapatkan dukungan petugas
kesehatan sebagian besar melaksanakan IMD. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yendra (2011)12, Suhartatik dkk
(2012)13 dan Indramukti (2012)10 yang menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan dengan
pelaksanaan IMD.
Petugas kesehatan penolong persalinan merupakan kunci
utama keberhasilan IMD karena dalam waktu tersebut peran dan dukungan penolong
persalinan masih sangat dominan. Apabila penolong persalinan memfasilitasi ibu
untuk segera memeluk bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan segera
terjadi. Dengan pelaksanaan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap
memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau
minuman kepada bayinya dan bayi akan merasa nyaman menempel pada payudara ibu
dan tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir 9.
Olehnya itu, keterampilan
dalam menerapkan tatalaksana IMD dengan benar memang sudah menjadi hal yang
mutlak yang harus dimiliki oleh petugas kesehatan yang menolong persalinan. Ibu
maupun suami yang mendampingi akan mengikuti apa saja yang disarankan dan
dilakukan oleh petugas kesehatan pada saat persalinan. Apabila petugas kesehatan
tidak terampil dalam penerapan langkah – langkah dalam IMD maka kemungkinan
besar IMD akan gagal dilaksanakan pasca persalinan, selain dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu, sikap ibu serta dukungan suami. Hal inilah yang terjadi di
wilayah kerja puskesmas Abeli. Sebagian dari petugas kesehatan penolong
persalinan tidak memiliki keterampilan yang memadai sehingga tidak menerapkan
IMD sesuai dengan tatalaksana yang semestinya.
Hal yang membuat sebagian besar responden tidak mendapatkan
dukungan petugas kesehatan selain disebabkan oleh keterampilan petugas
kesehatan yang kurang memadai juga disebabkan karena sebagian besar responden
memiliki tingkat pendapatan kategori kurang yang berdasarkan UMK Kendari yakni
sebesar Rp 1.200.000,00 perbulan. Dengan tingkat pendapatan yang kurang
sebagian dari responden tidak dapat memanfaatkan puskesmas sebagai sarana dalam
persalinannya sehingga mereka lebih cenderung memanggil bidan ke rumah mereka
untuk membantu persalinan dan sebagian besar bidan yang membantu persalinan
mereka di rumah tidak menerapkan IMD pada ibu pasca bersalinan. Hal ini terjadi
bagi mereka yang tidak memperoleh Jaminan Persalinan (Jampersal) yang telah ada
di mana ibu yang akan melahirkan dapat menggunakan sarana puskesmas secara
cuma-cuma. Berbeda halnya bagi mereka yang memiliki tingkat pendapatan keluarga
kurang namun memperoleh Jampersal. Mereka tetap dapat melahirkan di puskesmas
dengan bantuan petugas kesehatan dengan keterampilan memadai sehingga dapat IMD
dapat terlaksana pasca persalinan.
Sebagian kecil responden yang memiliki pengetahuan
kurang terkait IMD tetap melaksanakan IMD pasca persalinan. Hal tersebut dikarenakan oleh petugas kesehatan yang membantu
persalinan ibu menyarankan ibu untuk melakukan IMD, walaupun ibu tidak
mengetahui IMD dan tatalaksananya. Selain petugas kesehatan memberikan saran,
petugas kesehatan juga menengkurapkan bayi ke dada ibu serta memberikan
dukungan emosial yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk
melaksanakan IMD hingga pelaksanaan IMD berjalan 30 menit hingga 1 jam pasca
persalinan.
Demikian pula halnya dengan sikap ibu terhadap
pelaksanaan IMD. Sebagian kecil ibu yang memiliki sikap negatif tetapi
melaksanakan IMD dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat pasca
persalinan ibu mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk melaksanakan
IMD.
Hal ini menunjukkan bahwa
keterampilan petugas kesehatan yang membuat mereka memberikan dukungan pada ibu
pasca bersalin untuk melaksanakan IMD memegang peranan penting untuk
terlaksananya IMD.
Kesimpulan
1. Ada
hubungan antara pengetahuan ibu dengan pelaksanaan IMD Wilayah Kerja Puskesmas
Abeli Kota Kendari Tahun 2013 (χ2hitung = 37,987 dan ρValue = 0,000).
2. Ada
hubungan antara sikap ibu dengan pelaksanaan IMD Wilayah Kerja Puskesmas Abeli
Kota Kendari Tahun 2013 (χ2hitung
= 41,292 ρValue = 0,000).
3. Ada
hubungan antara dukungan suami dengan pelaksanaan IMD Wilayah Kerja Puskesmas
Abeli Kota Kendari Tahun 2013 (χ2hitung = 53,936 dan ρValue = 0,000).
4. Ada
hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pelaksanaan IMD Wilayah Kerja
Puskesmas Abeli Kota Kendari Tahun 2013 (χ2hitung = 62,956 dan ρValue = 0,000).
1.
Saran
1. Bagi
Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Puskesmas Abeli untuk lebih meningkatkan upaya
promosi kesehatan mengenai inisiasi menyusu dini (IMD) bagi calon ibu, ibu
hamil dan suami agar mendapatkan informasi mengenai IMD sehingga dapat menambah
pengetahuan ibu, mengubah sikap ibu terkait IMD dan ibu dapat mempersiapkan
kondisi fisik dan mentalnya untuk melaksanakan IMD serta suami dapat
mendampingi dan memberikan dukungan kepada istri pada saat pelaksanaan IMD
berbekal informasi yang diperoleh. Selain itu, pelatihan bagi petugas kesehatan
penolong persalinan mengenai tata cara pelaksanaan IMD yang tepat sangat perlu
diadakan agar petugas kesehatan yang menolong persalinan dapat menerapkan
pelaksanaan IMD dengan tepat kepada ibu pasca bersalin.
2. Bagi
calon ibu, ibu hamil dan suami diharapkan dapat menjadikan penelitian ini
sebagai bahan masukan dan informasi mengenai IMD, dan diharapkan agar mencari
informasi tentang IMD melalui media cetak, elektronik dan petugas kesehatan
demi peningkatan pengetahuan terkait IMD.
3. Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai informasi tambahan tentang
IMD. Serta diharapkan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang faktor –
faktor lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD, misalnya tradisi, kepercayaan,
faktor demografi, ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber
daya kesehatan dan dukungan kader posyandu.
Daftar Pustaka
1. Wulandari, A.
2010. Inisiasi
Menyusu Dini Untuk Awali Asi Eksklusif.
Jurnal Vol. 1 No. 2/Juli 2010.
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya. (http://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/),
diakses 22 April 2013.
2. Prasetyawati,
A. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
dalam Millenium Development Goals (MGDs). Nuhamedika. Yogyakarta.
6. Puskesmas
Abeli. 2013. Laporan KIA Puskesmas Abeli
Tahun 2012. Kendari.
7. Rahmawati. 2008. Hubungan antara
Tingkat Pengetahuan Ibu dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Dusun
Keparakan Kidul. Jurnal Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta (http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/.pdf).
Diakses 7 Mei 2013.
8.
Notoatmodjo. 2007.
Promosi kesehatan dan Ilmu Prilaku.
Rineka Cipta. Jakarta.
9. Roesli.
2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda. Jakarta.
10. Indramukti.
2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Pasca Bersalin Normal. Jurnal Universitas
Negeri Semarang UJPH 3 (2) (2013) Hal 1-8.
Semarang.(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/). diakses 2 Mei 2013.
11. Suryani,
dkk. 2011. Hubungan Dukungan Suami dengan
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Ibu Post Partum di BPS Kota Semarang.
Jurnal Vol. 1 No. 1/Januari 2011 Akbid Abdi Husada Hal 1-15.Semarang. (http://jurnal.abdihusada.com/index.php/jdk/article/view/3/3).
Diakses 5 Mei 2013.
12. Yendra,
L. 2011. Hubungan Dukungan Sosial dengan
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota
Padang Tahun 2011. Skripsi, Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas. (http://repository.unand.ac.id/18045/). Diakses 4 Oktober 2012.
13. Suhartatik,
dkk. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Rumah Bersalin Srikandi Kota
Kendari. Jurnal Volume 1 Nomor 4 Tahun 2012 Hal 1-7. STIKES Nani Hasanuddin.
Makassar. (http://library.stikesnh.ac.id/files/).
Diakses 25 April 2013.