Tabel Standar Surveilans yang
Direkomendasikan WHO
Jenis Penyakit
|
Hipertensi
|
Pendahuluan
|
Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari
penyakit menular dan meluas ke penyakit tidak menular. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan
analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan
faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM)
adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi
mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem
surveilans PTM terdiri dari jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian,
lembaga pendidikan, lembaga sosial masyarakat, serta organisasi profesi yang
bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM adalah memberikan informasi
tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan
pertimbangan.
Pada saat ini, salah satu surveilans yang dilakukan yaitu
surveilans faktor risiko. Surveilans faktor risiko ini bertujuan agar dapat
dilakukan pencegahan atau pemutusan mata rantai penyebab pada beberapa
penyakit yang dapat didapat disebabkan oleh faktor risiko tersebut.
Hipertensi
(high blood pressure) selain
merupakan suatu penyakit yang merupakan the
silent killer di dunia bahkan di negara berkembang seperti Indonesia di
mana sebagian besar orang meninggal dunia tidak mengetahui dirinya menderita
hipertensi, hipertensi juga merupakan muara atau faktor risiko dari berbagai
penyakit tidak menular yang juga dapat menyebabkan kematian. Seperti pada
penyakit jantung koroner (PJK), stroke, serta gagal jantung.
|
Langkah Rasionalitas Surveilans
Hipertensi
|
Dasar/Latar Belakang Surveilans Hipertensi
|
Terjadinya
transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit
degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60%
seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan
dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu PTM yang
menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang
disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4
orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol,
akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke,
gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa
penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali
lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart
failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan
the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600
juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal
setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung
meningkat.
Penyakit ini menjadi salah satu masalah utama dalam
kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikkan kasus
hipertensi terutama terjadi di negara berkembang pada tahun 2025 dari jumlah
total 639 juta kasus di tahun 2000.
Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 1.15 miliar kasus di tahun
2025. Prediksi ini didasarkan pada
angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini. Dua pertiga jumlah itu tinggal di
negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Statistik Kesehatan
Dunia WHO tahun 2012, hipertensi menyumbang 51% kematian akibat stroke dan
45% kematian akibat PJK. Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami
penurunan, dari 31,7 % menjadi 25,8% berdasarkan data Riskesdas 2013. Namun,
75% penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi.
Mereka baru menyadari jika telah terjadi komplikasi. Di Indonesia, ancaman
hipertensi tidak boleh diabaikan.
Surveilans
hipertensi sangat penting untuk dilakukan oleh dinas kesehatan maupun lembaga
dan institusi lainnya yang berkecimpung di dunia kesehatan, agar masyarakat
dapat melakukan pengelolaan terhadap tekanan darahnya serta dapat
mengontrolnya sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dari berbagai
aspek dan penyakit tidak menular lainnya yang dapat meningkatkan angka
mortalitas dapat diminimalisir.
|
Definisi Kasus
|
Hipertensi (high
blood pressure) adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh
darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung
bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi
organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.
|
Gambaran
Klinik
|
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan
satu-satunya gejala. Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah
beberapa tahun ada kalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum
bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Pada survai
hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan
hipertensi seperti pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur,
sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata
berkunang-kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi
seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan
fungsi ginjal tidak jarang dijumpai.
|
Kriteria
Diagnosis
|
Menurut WHO 1993 dan Joint National Committee (JNC)
VII menetapkan batasan hipertensi adalah tekanan darah menetap 140/90 mmHg
diukur pada waktu istirahat. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi jika
tekanan darah sistoliknya lebih besar daripada 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg. Tekanan darah yang ideal adalah jika tekanan
sistoliknya 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHg.
|
Kriteria Diagnosis Laboratorium
|
Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi:
1. Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam
darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan kalium dalam serum
dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien
hipertensi.
3. Pemeriksaan kalsium penting untuk
pasien hiperparatiroidisme primer dan dilakukan sebelum memberikan diuretik
karena efek samping diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah.
4. Pemeriksaan glukosa dilakukan
karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus.
5. Pemeriksaan urinalisis diperlukan
untuk membantu menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria
ditemukan pada hampir separuh pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada
urine segar.
6.
Pemeriksaan
elektrokardiogram dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah
hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran
kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini.
|
Klasifikasi
Kasus
|
Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi primer dan
sekunder. Hipertensi primer/esensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasus-kasus hipertensi.
Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan
oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler,
endokrin, sindrom Cushing, dan
hipertensi gestasional.
Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National Committee on
Prevention Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII):
1.
Prehipertensi, jika tekanan darah sistolik 120-139 mmHg
dan tekanan diastolik 80-89 mmHg.
2.
Hipertensi tingkat I, jika tekanan darah sistolik 140-159
mmHg dan tekanan diastolik 90-99 mmHg.
3. Hipertensi
tingkat II, jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥
100 mmHg.
|
Konfirmasi
Kasus Berat
|
Masyarakat yang mengalami gejala-gejala
menderita hipertensi untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan
kesehatan terdekat untuk memastikan bahwa dirinya menderita hipertensi atau
tidak sebelum terjadi komplikasi pada dirinya akibat menderita hipertensi.
|
Kemungkinan
Komplikasi
|
Kemungkinan
komplikasi pada penderita hipertensi:
1. Jantung
Jantung
dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada awalnya
jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah tinggi
dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar agar dapat memompa lebih
kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi mendorong darah untuk
beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat gizi
dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul
bila terdapat halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti
kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan jantung secara
normal.
2. Ginjal
Hipertensi
yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga menganggu
mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu gejala utama
kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah
berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah.
3. Stroke
Hipertensi
dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah
pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat
lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah
di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan
oksigen dan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi
kekurangan zat gizi dan akhirnya mati.
|
Konfirmasi
Kasus Kesakitan dan Kematian
|
Pengobatan
yang diperoleh masyarakat yang menderita hipertensi maupun telah mengalami
komplikasi dapat berasal dari pelayanan kesehatan terdekat dari wilayah
tempat tinggalnya. Seperti puskesmas, klinik, dokter praktek, dan rumah
sakit. Sehingga konfirmasi mengenai kasus kesakitan dan kematian akibat
hipertensi dan komplikasinya dapat diperoleh dari sarana pelayanan kesehatan
tempat penderita memeriksakan diri dan memperoleh pengobatan tersebut.
|
Kegagalan
Pencegahan dan Pengobatan
|
Kegagalan
pencegahan dan pengobatan terhadap hipertensi dapat terjadi akibat terjadi
akibat ketidakpatuhan penderita terhadap prosedur pencegahan dan pengobatan
yang ada, padahal dirinya telah mengetahui bahwa sedang menderita hipertensi.
Seperti tidak menjaga pola makan (tetap mengonsumsi makanan yang tinggi
natrium), merokok, masih mengonsumsi alkohol, tidak rutin melakukan exercise (olahraga) dan lain
sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan beberapa faktor risiko yang unchangeable oleh penderita terhadap
kejadian hipertensi agar tidak menimbulkan komplikasi.
|
Tipe
Surveilans yang Direkomendasikan
|
1. Melakukan
skrining (screening) hipertensi
terhadap masyarakat untuk menemukan kasus hipertensi (pengumpulan data secara
aktif) di tempat-tempat yang kemungkinan besar terjadinya kasus hipertensi.
2. Surveilans
faktor risiko menjadi prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif
untuk mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah.
3. Menerima
laporan kasus morbiditas hipertensi secara rutin dari sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
4. Surveilans
terpadu penyakit tidak menular.
|
Metode
Surveilans yang Direkomendasikan
|
Dalam
melakukan surveilans, berbagai pihak dan organisasi kemasyarakatan dapat diikutsertakan
baik organisasi yang formal (governance
organization) maupun non formal (non
governance organization). Metoda surveilans yang diterapkan sesuai dengan
anjuran WHO adalah metoda STEP 1 yaitu data tentanggaya hidup dan faktor
risiko yang dapat diperoleh melalui wawancara.
Surveilans
faktor risiko dapat dilakukan dengan:
1. Mengumpulkan
data:
a. Data
rutin.
b. Bila
tidak ada maka dapat dimulai dengan melakukan survei step 1.
2. Survei
Step 1 dan Step 2.
3. Survei
faktor risiko PTM.
4. Diseminasi
data.
Penerapan surveilans hipertensi (dilakukan secara berurutan) sebagai berikut.
1. Identifikasi
Penyakit Hipertensi
Faktor risiko
adalah
karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistik berhubungan dengan
peningkatan insidensi suatu penyakit. Faktor risiko
penyakit hipertensi
antara lain:
a.
Faktor risiko tidak dapat diubah
antara lain faktor umur, genetik, gender, dan ras.
b.
Faktor risiko dapat diubah antara
lain kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan berlebih, pola makan, stress, konsumsi
alkohol, dan kondisi penyakit lain.
2.
Perencanaan pengumpulan data
Memberikan
informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan
pertimbangan.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg.
Sumber
data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi.
Instrumennya
yaitu manual dan elektronik.
Sistemnya
yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin ke
bawah.
Indikator faktor risiko penyakit (RR dan OR),
indikator program (input. Proses, output dan outcome), indikator morbidity,
mortality, disability, indikator hasil pemeriksaan tekanan darah.
3. Pengolahan
dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart
(bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS,
lotus, excel dan lain-lain.
4. Analisis dan
interpretasi data
Data jumlah penderita hipertensi yang
telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional selanjutnya
dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya.
Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti
hasil penelitian.
5. Diseminasi
dan advokasi
Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data
jumlah penderita hipertensi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang
berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan hipertensi ini.
Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam
program pencegahan hipertensi. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat
suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang
bertanggung jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.
6. Evaluasi
Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai
secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans
yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans
yang dilakukan berhasil.
|
Rekomendasi
Elemen Data Minimum
|
Penatalaksanaan
hipertensi berbasis pada kesehatan masyarakat (public health) didahului oleh
pengumpulan data dan informasi. Merujuk pada kebijakan yang ada, data dan
informasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan kesakitan, kematian serta
faktor risiko. Beberapa sumber data dan informasi yang dapat menjadi acuan
antara lain adalah dari SURKESNAS, SKRT, SP2RS, RR puskesmas, rumah sakit,
klinik maupun dokter praktek.
Penggunaan data dari SURKESNAS, SKRT dimaksudkan bila pada
daerah yang rencananya akan dilakukan intervensi tidak mempunyai data dan
informasi yang spesifik daerah tersebut, surveilans yang dilakukan di
masyarakat ditujukan bagi factor
risiko penyebab hipertensi, seperti pola makan, aktifitas, merokok.
Data
yang dilaporkan dapat ditampilkan dengan berbagai kategori berdasarkan
identitas penderita misalnya jenis kelamin, tempat tinggal dan umur. Laporan
kasus dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah penderita dan hasil
diagnosis dari laboratorium.
|
Rekomendasi
Analisis Data
|
Data jumlah penderita hipertensi yang
telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional selanjutnya
dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya.
Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti
hasil penelitian.
Laporan data penyakit hipertensi
dapat diperoleh dan ditampilkan dalam bentuk sebagai berikut.
1. Report Data
Kasus morbiditas hipertensi yang dilaporkan ataupun yang
diperoleh dari survei aktif yang berasal dari wilayah terkecil yaitu
kecamatan dalam hal ini puskesmas dan berdasarkan hasil skrining hipertensi
terhadap populasi masyarakat. Berdasarkan laporan yang ada, kemudian
diketahui jumlah kasus hipertensi pada wilayah tersebut, langkah selanjutnya
kemudian melakukan upaya pencegahan bagi kelompok populasi yang rentan
terkena hipertensi dengan pendekatan faktor risikonya dan pengobatan bagi
mereka yang sudah menjadi penderita hipertensi.
2. Graphs
Data kesakitan (morbiditas) hipertensi dapat ditampilkan
berdasarkan wilayah atau daerah tertentu, sehingga jelas cakupan wilayah mana
yang memiliki penderita hipertensi terbanyak atau dapat diketahui sebaran
penderita hipertensi berdasarkan wilayah dan dapat dilakukan upaya pencegahan
terhadap hipertensi. Selain itu, juga dapat ditampilkan berdasarkan kelompok
umur, sehingga upaya pencegahannya dapat tepat sasaran dengan menjadikan
sebaran kasus berdasarkan kelompok umur untuk dasar langkah pencegahan.
Misalnya, pada golongan yang muda dapat dilakukan penyuluhan atau dengan
berbagai media promosi kesehatan, sedangkan yang tua upaya pencegahannya
dapat dilakukan dengan teknik yang tidak hanya mengandalkan ingatan mereka
karena umur yang dapat mempengaruhi ingatan mereka.
3. Line List
Data yang dilaporkan dan dipublikasikan secara
berkelanjutan sehingga dapat dilakukan upaya penanganan yang tepat secara
komprehensif.
|
Prinsip
Penggunaan Data untuk Kebijakan
|
Data yang diperoleh dapat digunakan untuk:
1.
Mengindentifikasi populasi yang berisiko untuk terkena
hipertensi.
2.
Mengidentikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga dengan mudah dapat dilakukan berbagai upaya
pencegahan yang dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi.
3.
Mengevaluasi dampak yang dapat terjadi akibat komplikasi
yang ditimbulkan oleh hipertensi sehingga juga dapat dilakukan pencegahan
sebelum terjadi komplikasi tersebut.
4. Melakukan
usaha atau penelitian lebih lanjut mengenai beberapa faktor risiko lainnya
yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dan komplikasi akibat hipertensi
pada masyarakat dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan kasus
hipertensi.
|
Aspek
Khusus
|
Sebagian
besar masyarakat yang menderita hipertensi, tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita hipertensi. Hal ini disebabkan karena kurang perhatiannya
masyarakat, ketidaktahuan serta ketidakpahaman untuk senantiasa melakukan medical check up terhadap status
kesehatannya setiap saat. Sehingga
tidak mengetahui berapa tekanan darahnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang
nanti mengetahui dirinya menderita hipertensi setelah terjadi komplikasi dan
menimbulkan penyakit tidak menular lainnya seperti PJK, stroke dan gagal
ginjal. Olehnya itu, dibutuhkan upaya skrining terhadap hipertensi dan
kemudian melakukan upaya promosi kesehatan berupa penyuluhan kepada
masyarakat tentang hipertensi, agar masyarakat mengetahui hal-hal yang dapat
dilakukan sebagai bentuk tindakan pencegahan terhadap penyakit hipertensi dan
menghindari hal-hal fatal yang dapat disebabkan oleh hipertensi sebagai the silent killer.
|
Kontak
|
Puskesmas
terdekat dalam wilayah kecamatan tempat penderita berada, Rumah Sakit
terdekat, dokter praktek terdekat, Dinas Kesehatan Kabupaten.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar