Rabu, 01 Juli 2015

DESAIN SISTEM SURVEILANS HIPERTENSI


Tabel Standar Surveilans yang Direkomendasikan WHO

Jenis Penyakit
Hipertensi
Pendahuluan
Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan meluas ke penyakit tidak menular.  Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular  merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem surveilans PTM terdiri dari jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial masyarakat, serta organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM adalah memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.
Pada saat ini, salah satu surveilans yang dilakukan yaitu surveilans faktor risiko. Surveilans faktor risiko ini bertujuan agar dapat dilakukan pencegahan atau pemutusan mata rantai penyebab pada beberapa penyakit yang dapat didapat disebabkan oleh faktor risiko tersebut.
Hipertensi (high blood pressure) selain merupakan suatu penyakit yang merupakan the silent killer di dunia bahkan di negara berkembang seperti Indonesia di mana sebagian besar orang meninggal dunia tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi, hipertensi juga merupakan muara atau faktor risiko dari berbagai penyakit tidak menular yang juga dapat menyebabkan kematian. Seperti pada penyakit jantung koroner (PJK), stroke, serta gagal jantung.
Langkah Rasionalitas Surveilans Hipertensi
Dasar/Latar Belakang Surveilans Hipertensi
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
 Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.
Penyakit ini menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia.  Diperkirakan sekitar 80% kenaikkan kasus hipertensi terutama terjadi di negara berkembang pada tahun 2025 dari jumlah total 639 juta kasus di tahun 2000.  Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 1.15 miliar kasus di tahun 2025.  Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini. Dua pertiga jumlah itu tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Statistik Kesehatan Dunia WHO tahun 2012, hipertensi menyumbang 51% kematian akibat stroke dan 45% kematian akibat PJK. Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami penurunan, dari 31,7 % menjadi 25,8% berdasarkan data Riskesdas 2013. Namun, 75% penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Mereka baru menyadari jika telah terjadi komplikasi. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh diabaikan.
Surveilans hipertensi sangat penting untuk dilakukan oleh dinas kesehatan maupun lembaga dan institusi lainnya yang berkecimpung di dunia kesehatan, agar masyarakat dapat melakukan pengelolaan terhadap tekanan darahnya serta dapat mengontrolnya sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dari berbagai aspek dan penyakit tidak menular lainnya yang dapat meningkatkan angka mortalitas dapat diminimalisir.
Definisi Kasus
Hipertensi (high blood pressure) adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.
Gambaran Klinik
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun ada kalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Pada survai hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai.
Kriteria Diagnosis
Menurut WHO 1993 dan Joint National Committee (JNC) VII menetapkan batasan hipertensi adalah tekanan darah menetap 140/90 mmHg diukur pada waktu istirahat. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi jika tekanan darah sistoliknya lebih besar daripada 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Tekanan darah yang ideal adalah jika tekanan sistoliknya 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHg.
Kriteria Diagnosis Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi:
1.   Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. 
2.   Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi. 
3.   Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme primer dan dilakukan sebelum memberikan diuretik karena efek samping diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah. 
4.   Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus. 
5.   Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hampir separuh pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urine segar.
6.   Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini.
Klasifikasi Kasus
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer/esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasus-kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional.
Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII):
1.   Prehipertensi, jika tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan diastolik 80-89 mmHg.
2.   Hipertensi tingkat I, jika tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastolik 90-99 mmHg.
3.   Hipertensi tingkat II, jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 100 mmHg.
Konfirmasi Kasus Berat
Masyarakat yang mengalami gejala-gejala menderita hipertensi untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan terdekat untuk memastikan bahwa dirinya menderita hipertensi atau tidak sebelum terjadi komplikasi pada dirinya akibat menderita hipertensi.
Kemungkinan Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada penderita hipertensi:
1.  Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada awalnya jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah tinggi dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar agar dapat memompa lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi mendorong darah untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan jantung secara normal.
2.  Ginjal
Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga menganggu mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu gejala utama kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah.
3.  Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan akhirnya mati.
Konfirmasi Kasus Kesakitan dan Kematian
Pengobatan yang diperoleh masyarakat yang menderita hipertensi maupun telah mengalami komplikasi dapat berasal dari pelayanan kesehatan terdekat dari wilayah tempat tinggalnya. Seperti puskesmas, klinik, dokter praktek, dan rumah sakit. Sehingga konfirmasi mengenai kasus kesakitan dan kematian akibat hipertensi dan komplikasinya dapat diperoleh dari sarana pelayanan kesehatan tempat penderita memeriksakan diri dan memperoleh pengobatan tersebut.
Kegagalan Pencegahan dan Pengobatan
Kegagalan pencegahan dan pengobatan terhadap hipertensi dapat terjadi akibat terjadi akibat ketidakpatuhan penderita terhadap prosedur pencegahan dan pengobatan yang ada, padahal dirinya telah mengetahui bahwa sedang menderita hipertensi. Seperti tidak menjaga pola makan (tetap mengonsumsi makanan yang tinggi natrium), merokok, masih mengonsumsi alkohol, tidak rutin melakukan exercise (olahraga) dan lain sebagainya. Padahal hal tersebut merupakan beberapa faktor risiko yang unchangeable oleh penderita terhadap kejadian hipertensi agar tidak menimbulkan komplikasi.
Tipe Surveilans yang Direkomendasikan
1.    Melakukan skrining (screening) hipertensi terhadap masyarakat untuk menemukan kasus hipertensi (pengumpulan data secara aktif) di tempat-tempat yang kemungkinan besar terjadinya kasus hipertensi.
2.    Surveilans faktor risiko menjadi prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif untuk mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah.
3.    Menerima laporan kasus morbiditas hipertensi secara rutin dari sarana pelayanan kesehatan yang ada.
4.    Surveilans terpadu penyakit tidak menular.
Metode Surveilans yang Direkomendasikan
Dalam melakukan surveilans, berbagai pihak dan organisasi kemasyarakatan dapat diikutsertakan baik organisasi yang formal (governance organization) maupun non formal (non governance organization). Metoda surveilans yang diterapkan sesuai dengan anjuran WHO adalah metoda STEP 1 yaitu data tentanggaya hidup dan faktor risiko yang dapat diperoleh melalui wawancara.
Surveilans faktor risiko dapat dilakukan dengan:
1.    Mengumpulkan data:
a.  Data rutin.
b.  Bila tidak ada maka dapat dimulai dengan melakukan survei step 1.
2.    Survei Step 1 dan Step 2.
3.    Survei faktor risiko PTM.
4.    Diseminasi data.
Penerapan surveilans hipertensi (dilakukan secara berurutan) sebagai berikut.
1.    Identifikasi Penyakit Hipertensi
Faktor risiko adalah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Faktor risiko penyakit hipertensi antara lain:
a.    Faktor risiko tidak dapat diubah antara lain faktor  umur, genetik, gender, dan ras. 
b.    Faktor risiko dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan   berlebih, pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.
2.    Perencanaan pengumpulan data
  1. Menentukan tujuan survailens
Memberikan informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.
  1. Tetapkan definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
  1. Tentukan sumber data
Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi.
  1. Tentukan instrumen
Instrumennya yaitu manual dan elektronik.
  1. Bagaimana sistem
Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin ke bawah.
  1. Tentukan indikator
Indikator faktor risiko penyakit (RR dan OR), indikator program (input. Proses, output dan outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil pemeriksaan tekanan darah.
3.    Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain.
4.    Analisis dan interpretasi data
Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.
5.    Diseminasi dan advokasi
Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita hipertensi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung  jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.
6.    Evaluasi
Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti  kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil.
Rekomendasi Elemen Data Minimum
Penatalaksanaan hipertensi berbasis pada kesehatan masyarakat (public health) didahului oleh pengumpulan data dan informasi. Merujuk pada kebijakan yang ada, data dan informasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan kesakitan, kematian serta faktor risiko. Beberapa sumber data dan informasi yang dapat menjadi acuan antara lain adalah dari SURKESNAS, SKRT, SP2RS, RR puskesmas, rumah sakit, klinik maupun dokter praktek.
Penggunaan data dari SURKESNAS, SKRT dimaksudkan bila pada daerah yang rencananya akan dilakukan intervensi tidak mempunyai data dan informasi yang spesifik daerah tersebut, surveilans yang dilakukan di masyarakat ditujukan  bagi  factor  risiko penyebab hipertensi, seperti pola makan, aktifitas, merokok.
Data yang dilaporkan dapat ditampilkan dengan berbagai kategori berdasarkan identitas penderita misalnya jenis kelamin, tempat tinggal dan umur. Laporan kasus dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah penderita dan hasil diagnosis dari laboratorium.
Rekomendasi Analisis Data
Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.
Laporan data penyakit hipertensi dapat diperoleh dan ditampilkan dalam bentuk sebagai berikut.
1.    Report Data
Kasus morbiditas hipertensi yang dilaporkan ataupun yang diperoleh dari survei aktif yang berasal dari wilayah terkecil yaitu kecamatan dalam hal ini puskesmas dan berdasarkan hasil skrining hipertensi terhadap populasi masyarakat. Berdasarkan laporan yang ada, kemudian diketahui jumlah kasus hipertensi pada wilayah tersebut, langkah selanjutnya kemudian melakukan upaya pencegahan bagi kelompok populasi yang rentan terkena hipertensi dengan pendekatan faktor risikonya dan pengobatan bagi mereka yang sudah menjadi penderita hipertensi.
2.    Graphs
Data kesakitan (morbiditas) hipertensi dapat ditampilkan berdasarkan wilayah atau daerah tertentu, sehingga jelas cakupan wilayah mana yang memiliki penderita hipertensi terbanyak atau dapat diketahui sebaran penderita hipertensi berdasarkan wilayah dan dapat dilakukan upaya pencegahan terhadap hipertensi. Selain itu, juga dapat ditampilkan berdasarkan kelompok umur, sehingga upaya pencegahannya dapat tepat sasaran dengan menjadikan sebaran kasus berdasarkan kelompok umur untuk dasar langkah pencegahan. Misalnya, pada golongan yang muda dapat dilakukan penyuluhan atau dengan berbagai media promosi kesehatan, sedangkan yang tua upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan teknik yang tidak hanya mengandalkan ingatan mereka karena umur yang dapat mempengaruhi ingatan mereka.
3.    Line List
Data yang dilaporkan dan dipublikasikan secara berkelanjutan sehingga dapat dilakukan upaya penanganan yang tepat secara komprehensif.
Prinsip Penggunaan Data untuk Kebijakan
Data yang diperoleh dapat digunakan untuk:
1.    Mengindentifikasi populasi yang berisiko untuk terkena hipertensi.
2.    Mengidentikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga dengan mudah dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan yang dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi.
3.    Mengevaluasi dampak yang dapat terjadi akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi sehingga juga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadi komplikasi tersebut.
4.    Melakukan usaha atau penelitian lebih lanjut mengenai beberapa faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dan komplikasi akibat hipertensi pada masyarakat dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan kasus hipertensi.
Aspek Khusus
Sebagian besar masyarakat yang menderita hipertensi, tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan karena kurang perhatiannya masyarakat, ketidaktahuan serta ketidakpahaman untuk senantiasa melakukan medical check up terhadap status kesehatannya setiap saat.  Sehingga tidak mengetahui berapa tekanan darahnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang nanti mengetahui dirinya menderita hipertensi setelah terjadi komplikasi dan menimbulkan penyakit tidak menular lainnya seperti PJK, stroke dan gagal ginjal. Olehnya itu, dibutuhkan upaya skrining terhadap hipertensi dan kemudian melakukan upaya promosi kesehatan berupa penyuluhan kepada masyarakat tentang hipertensi, agar masyarakat mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk tindakan pencegahan terhadap penyakit hipertensi dan menghindari hal-hal fatal yang dapat disebabkan oleh hipertensi sebagai the silent killer.
Kontak
Puskesmas terdekat dalam wilayah kecamatan tempat penderita berada, Rumah Sakit terdekat, dokter praktek terdekat, Dinas Kesehatan Kabupaten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar