1.
Definisi Kematian Ibu
Pada International Statistical Classification
of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision, 1992 (ICD-10), WHO
mendefinisikan kematian maternal adalah kematian seorang wanita saat masa hamil
atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari durasi dan lokasi
kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh
kehamilan atau pengelolaannya, tetapi bukan dari sebab-sebab kebetulan atau
insidental (WHO, 2010). Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita sewaktu
dalam kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa
mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut itu berlangsung.
Ibu,
menurut ICD 10 didefinisikan sebagai ”Kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil atau
dalam 42 hari setelah akhir kehamilannya, tanpa melihat usia dan letak
kehamilannya, yang diakibatkan oleh sebab apapun yang terkait dengan atau diperburuk oleh kehamilannya
atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh insiden dan kecelakaan”. Definisi tersebut secara
eksplisit menjelaskan bahwa kematian ibu menunjukkan lingkup yang luas, tidak hanya
terkait dengan kematian yang terjadi saat proses persalinan, tetapi mencakup kematian ibu yang
sedang dalam masa hamil dan nifas. Definisi
tersebut juga membedakan dua kategori kematian ibu. Pertama adalah kematian yang disebabkan oleh
penyebab langsung obstetri (direk) yaitu kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan
persalinannya. Kedua adalah kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung
(indirek) yaitu kematian yang terjadi pada ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit dan
bukan oleh kehamilan atau persalinannya
(Kemenkes, 2013).
2. Klasifikasi
Kematian Ibu
Kematian
ibu dibagi menjadi kematian langsung (direct
obsetric death) dan tidak langsung (indirect
obsetric death) (Ningrum dalam Fibriana 2007, Manuaba 2003).
a. Kematian
obstetri langsung (direct obstetric death) adalah sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau
penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Komplikasi-komplikasi tersebut meliputi
perdarahan, baik perdarahan antepartum maupun postpartum, preeklamsia
/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan kematian pada kehamilan muda.
b. Kematian
obstetri tidak langsung (indirect obstetric death) yaitu kematian yang
diakibatkan oleh penyakit yang sudah diderita sebelum kehamilan atau persalinan
atau penyakit yang timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab
obstetri langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologik akibat
kehamilan, sehingga keadaan penderita menjadi semakin buruk. Kematian obstetri
tidak langsung ini disebabkan misalnya oleh karena hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, hepatitis, anemia, malaria, tuberkulosis, HIV / AIDS, dan
lain – lain.
3.
Penyebab kematian
Kematian
ibu dapat disebabkan beberapa hal yaitu (Manuaba 1998, 2003, Safrudin, 2007,
Hermawan et al, 2013):
a. Komplikasi
kehamilan
Komplikasi
kehamilan merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi kehamilan
yang sering terjadi yaitu perdarahan, preeklamsia / eklamsia, dan infeksi.
1) Pendarahan
Sebab-sebab
perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama
kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda /
trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnya adalah
abortus provokatus karena kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan
karena kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut akibat perdarahan antepartum. Penyebab perdarahan antepartum
pada umumnya adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
2) Preeklamsia/eklamsia
Kehamilan
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada wanita yang sebelum kehamilannya
memiliki tekanan darah normal (normotensi) atau dapat memperberat keadaan
hipertensi yang sebelumnya telah ada. Hipertensi pada kehamilan merupakan
keadaan pada masa kehamilan yang ditandai dengan terjadinya kenaikan tekanan
darah lebih dari 140 / 90 mmHg atau kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari
30 mmHg dan atau diastolik lebih dari 15 mmHg. Hipertensi pada kehamilan yang
sering dijumpai adalah preeklamsia dan eklamsia.
Preeklamsia
berat dan khususnya eklamsia merupakan keadaan gawat karena dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin. Preeklamsia ringan dapat mudah berubah menjadi
preeklamsia berat, dan preeklamsia berat mudah menjadi eklamsia dengan
timbulnya kejang. Tanda khas preeklamsia adalah tekanan darah yang tinggi,
ditemukannya protein dalam urin dan pembengkakan jaringan (edema) selama
trimester kedua kehamilan. Pada beberapa kasus, keadaan tetap ringan sepanjang
kehamilan, akan tetapi pada kasus yang lain, dengan meningkatnya tekanan darah
dan jumlah protein urin, keadaan dapat menjadi berat. Terjadi nyeri kepala,
muntah, gangguan penglihatan, dan kemudian anuria. Pada stadium akhir dan
paling berat terjadi eklamsia, pasien akan mengalami kejang. Jika preeklamsia /
eklamsia tidak ditangani secara cepat, akan terjadi kehilangan kesadaran dan
kematian maternal karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati
atau perdarahan otak.
Faktor
predisposisi preeklamsia dan eklamsia adalah nullipara, usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, status ekonomi kurang, kehamilan kembar,
diabetes melitus, hipertensi kronis dan penyakit ginjal sebelumnya. Kematian
maternal akibat hipertensi pada kehamilan sering terjadi (merupakan 12% dari
seluruh penyebab kematian maternal) dan membentuk satu dari tiga trias penyebab
utama kematian maternal, yaitu perdarahan dan infeksi. Menurut perkiraan, di
seluruh dunia kurang lebih 50.000 wanita meninggal setiap tahun akibat
preeklamsia. Menurut Depkes RI tahun 2004, kematian maternal akibat hipertensi
pada kehamilan sebesar 14,5% - 24%.
3) Infeksi
Infeksi
pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada masa kehamilan, baik pada
kehamilan muda maupun tua. Infeksi dapat terjadi oleh sebab langsung yang
berkaitan dengan kehamilan, atau akibat infeksi lain di sekitar jalan lahir.
Infeksi pada kehamilan muda adalah infeksi jalan lahir yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 20-22 minggu. Penyebab yang paling sering terjadi adalah
abortus yang terinfeksi.
Infeksi
jalan lahir pada kehamilan tua adalah infeksi yang terjadi pada kehamilan
trimester II dan III. Infeksi jalan lahir ini dapat terjadi akibat ketuban
pecah sebelum waktunya, infeksi saluran kencing, misalnya sistitis, nefritis
atau akibat penyakit sistemik, seperti malaria, demam tifoid, hepatitis, dan
lain – lain. Infeksi jalan lahir dapat juga terjadi selama persalinan
(intrapartum) atau sesudah persalinan (postpartum). Keadaan ini berbahaya
karena dapat mengakibatkan sepsis, yang mungkin menyebabkan kematian ibu.
Sepsis menyebabkan kematian maternal sebesar 15%.
Pada
abortus yang tidak lengkap (abortus inkomplitus), dimana sebagian hasil
konsepsi masih tertinggal dalam uterus, dan pada abortus buatan yang dilakukan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis, sering mengakibatkan komplikasi
berupa infeksi (abortus infeksiosus). Jika infeksi tidak diatasi, dapat terjadi
infeksi yang menyeluruh (terjadi penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum) sehingga menimbulkan abortus septik. Pada
abortus septik, virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium,
tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, dapat
terjadi peritonitis umum atau sepsis, pasien dapat mengalami syok septik.
Kematian
maternal akibat abortus septik sangat tinggi di negara-negara berkembang,
dimana tidak terdapat akses terhadap abortus yang diinduksi dan hal tersebut
merupakan hal yang ilegal. Risiko
kematian maternal akibat abortus septik meningkat pada wanita – wanita yang
tidak menikah, wanita usia muda, dan pada mereka yang melakukan prosedur aborsi
yang tidak secara langsung mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam uterus.
Infeksi pada kehamilan trimester II dan III dapat mengakibatkan korioamnionitis.
Korioamnionitis merupakan komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa ibu dan
janinnya. Mikroorganisme penyebab pada umumnya adalah streptococcus B dan D dan
bakteri anaerob. Tanda dari infeksi ini adalah cairan amnion kotor dan berbau
busuk, demam, lekositosis, uterus melunak, dan takikardi.
b. Komplikasi
Persalinan dan Masa Nifas
Komplikasi
yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan penyebab langsung kematian
maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang persalinan, saat dan setelah persalinan
terutama adalah perdarahan, partus macet atau partus lama dan infeksi akibat
trauma pada persalinan
1) Perdarahan
Perdarahan
post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan
berlangsung. Perdarahan post partum yang
disebabkan oleh atonia uteri atau sisa
plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan kerena perdarahan
banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika masalah ini dapat
diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a) Perdarahan
Post Partum Primer
Perdarahan
post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan
post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan
robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b) Perdarahan
Post Partum Sekunder
Berdasarkan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam
petama. Penyebeab utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta dan membran.
2) Partus
Lama
Partus
lama dapat membahayakan jiwa janin dan ibu. Partus lama adalah persalinan yang
berlangsung lebih dari 18 jam sejak in partu. Partus lama ataupun partus macet
menyebabkan 8% kematian maternal. Keadaan ini sering disebabkan oleh
disproporsi sefalopelvik (bila kepala janin tidak dapat melewati rongga pelvis)
atau pada letak tak normal (bila terjadi kesalahan letak janin untuk melewati
jalan lahir). Disproporsi lebih sering terjadi bila terdapat keadaan endemis
kurang gizi, terutama pada populasi yang masih menganut pantangan dan tradisi
yang mengatur soal makanan pada para gadis dan wanita dewasa. Keadaan ini
diperburuk lagi bila gadis – gadis menikah muda dan diharapkan untuk segera
memiliki anak, sedangkan pertumbuhan mereka belum optimal.
3) Infeksi nifas
Infeksi
nifas merupakan keadaan yang mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas.
Kuman penyebab infeksi dapat masuk ke dalam saluran genital dengan berbagai
cara, misal melalui tangan penolong persalinan yang tidak bersih atau
penggunaan instrumen yang kotor. Infeksi nifas menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bagi ibu pasca persalinan. Kematian terjadi karena berbagai
komplikasi, termasuk syok, gagal ginjal, gagal hati, dan anemia (Syafiq, 2013).
c. Faktor
Reproduksi Ibu
Faktor reproduksi ibu menjadi
determinan perantara yang dapat mempengaruhi terjadinya kematian ibu.
1) Usia
Dalam
kurung reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat
kembali sesudah usia 30-35 tahun.
2) Paritas
Paritas
2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Syafiq, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar