Rabu, 01 Juli 2015

KEMATIAN IBU


1.    Definisi Kematian Ibu
 Pada International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision, 1992 (ICD-10), WHO mendefinisikan kematian maternal adalah kematian seorang wanita saat masa hamil atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari durasi dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau pengelolaannya, tetapi bukan dari sebab-sebab kebetulan atau insidental (WHO, 2010). Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita sewaktu dalam kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut itu berlangsung.
Ibu, menurut ICD 10 didefinisikan sebagai ”Kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil atau dalam 42 hari setelah akhir kehamilannya, tanpa melihat usia dan letak kehamilannya, yang diakibatkan oleh sebab apapun yang terkait dengan atau diperburuk oleh kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh insiden dan kecelakaan”. Definisi tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa kematian ibu menunjukkan lingkup yang luas, tidak hanya terkait dengan kematian yang terjadi saat proses persalinan, tetapi mencakup kematian ibu yang sedang dalam masa hamil dan nifas. Definisi tersebut juga membedakan dua kategori kematian ibu. Pertama adalah kematian yang disebabkan oleh penyebab langsung obstetri (direk) yaitu kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan persalinannya. Kedua adalah kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung (indirek) yaitu kematian yang terjadi pada ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh kehamilan atau persalinannya (Kemenkes, 2013).
2.  Klasifikasi Kematian Ibu
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung (direct obsetric death) dan tidak langsung (indirect obsetric death) (Ningrum dalam Fibriana 2007, Manuaba 2003).
a.  Kematian obstetri langsung (direct obstetric death) adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Komplikasi-komplikasi tersebut meliputi perdarahan, baik perdarahan antepartum maupun postpartum, preeklamsia /eklamsia, infeksi, persalinan macet dan kematian pada kehamilan muda.
b.  Kematian obstetri tidak langsung (indirect obstetric death) yaitu kematian yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah diderita sebelum kehamilan atau persalinan atau penyakit yang timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetri langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologik akibat kehamilan, sehingga keadaan penderita menjadi semakin buruk. Kematian obstetri tidak langsung ini disebabkan misalnya oleh karena hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia, malaria, tuberkulosis, HIV / AIDS, dan lain – lain.
3.  Penyebab kematian
Kematian ibu dapat disebabkan beberapa hal yaitu (Manuaba 1998, 2003, Safrudin, 2007, Hermawan et al, 2013):
a.  Komplikasi kehamilan
Komplikasi kehamilan merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi kehamilan yang sering terjadi yaitu perdarahan, preeklamsia / eklamsia, dan infeksi.
1)  Pendarahan
Sebab-sebab perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda / trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnya adalah abortus provokatus karena kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan karena kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat perdarahan antepartum. Penyebab perdarahan antepartum pada umumnya adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
2)  Preeklamsia/eklamsia
Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada wanita yang sebelum kehamilannya memiliki tekanan darah normal (normotensi) atau dapat memperberat keadaan hipertensi yang sebelumnya telah ada. Hipertensi pada kehamilan merupakan keadaan pada masa kehamilan yang ditandai dengan terjadinya kenaikan tekanan darah lebih dari 140 / 90 mmHg atau kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 30 mmHg dan atau diastolik lebih dari 15 mmHg. Hipertensi pada kehamilan yang sering dijumpai adalah preeklamsia dan eklamsia.
Preeklamsia berat dan khususnya eklamsia merupakan keadaan gawat karena dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin. Preeklamsia ringan dapat mudah berubah menjadi preeklamsia berat, dan preeklamsia berat mudah menjadi eklamsia dengan timbulnya kejang. Tanda khas preeklamsia adalah tekanan darah yang tinggi, ditemukannya protein dalam urin dan pembengkakan jaringan (edema) selama trimester kedua kehamilan. Pada beberapa kasus, keadaan tetap ringan sepanjang kehamilan, akan tetapi pada kasus yang lain, dengan meningkatnya tekanan darah dan jumlah protein urin, keadaan dapat menjadi berat. Terjadi nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan, dan kemudian anuria. Pada stadium akhir dan paling berat terjadi eklamsia, pasien akan mengalami kejang. Jika preeklamsia / eklamsia tidak ditangani secara cepat, akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian maternal karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak.
Faktor predisposisi preeklamsia dan eklamsia adalah nullipara, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, status ekonomi kurang, kehamilan kembar, diabetes melitus, hipertensi kronis dan penyakit ginjal sebelumnya. Kematian maternal akibat hipertensi pada kehamilan sering terjadi (merupakan 12% dari seluruh penyebab kematian maternal) dan membentuk satu dari tiga trias penyebab utama kematian maternal, yaitu perdarahan dan infeksi. Menurut perkiraan, di seluruh dunia kurang lebih 50.000 wanita meninggal setiap tahun akibat preeklamsia. Menurut Depkes RI tahun 2004, kematian maternal akibat hipertensi pada kehamilan sebesar 14,5% - 24%.
3)  Infeksi
Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada masa kehamilan, baik pada kehamilan muda maupun tua. Infeksi dapat terjadi oleh sebab langsung yang berkaitan dengan kehamilan, atau akibat infeksi lain di sekitar jalan lahir. Infeksi pada kehamilan muda adalah infeksi jalan lahir yang terjadi pada kehamilan kurang dari 20-22 minggu. Penyebab yang paling sering terjadi adalah abortus yang terinfeksi.
Infeksi jalan lahir pada kehamilan tua adalah infeksi yang terjadi pada kehamilan trimester II dan III. Infeksi jalan lahir ini dapat terjadi akibat ketuban pecah sebelum waktunya, infeksi saluran kencing, misalnya sistitis, nefritis atau akibat penyakit sistemik, seperti malaria, demam tifoid, hepatitis, dan lain – lain. Infeksi jalan lahir dapat juga terjadi selama persalinan (intrapartum) atau sesudah persalinan (postpartum). Keadaan ini berbahaya karena dapat mengakibatkan sepsis, yang mungkin menyebabkan kematian ibu. Sepsis menyebabkan kematian maternal sebesar 15%.
Pada abortus yang tidak lengkap (abortus inkomplitus), dimana sebagian hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus, dan pada abortus buatan yang dilakukan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis, sering mengakibatkan komplikasi berupa infeksi (abortus infeksiosus). Jika infeksi tidak diatasi, dapat terjadi infeksi yang menyeluruh (terjadi penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum) sehingga menimbulkan abortus septik. Pada abortus septik, virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, dapat terjadi peritonitis umum atau sepsis, pasien dapat mengalami syok septik.
Kematian maternal akibat abortus septik sangat tinggi di negara-negara berkembang, dimana tidak terdapat akses terhadap abortus yang diinduksi dan hal tersebut merupakan hal yang ilegal. Risiko kematian maternal akibat abortus septik meningkat pada wanita – wanita yang tidak menikah, wanita usia muda, dan pada mereka yang melakukan prosedur aborsi yang tidak secara langsung mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam uterus. Infeksi pada kehamilan trimester II dan III dapat mengakibatkan korioamnionitis. Korioamnionitis merupakan komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa ibu dan janinnya. Mikroorganisme penyebab pada umumnya adalah streptococcus B dan D dan bakteri anaerob. Tanda dari infeksi ini adalah cairan amnion kotor dan berbau busuk, demam, lekositosis, uterus melunak, dan takikardi.
b.  Komplikasi Persalinan dan Masa Nifas
Komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang persalinan, saat dan setelah persalinan terutama adalah perdarahan, partus macet atau partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan
1)  Perdarahan
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. Perdarahan post partum  yang disebabkan oleh atonia uteri  atau sisa plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan kerena perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika masalah ini dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil  dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a)  Perdarahan Post Partum Primer
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b)  Perdarahan Post Partum Sekunder
Berdasarkan  post partum sekunder terjadi setelah 24 jam petama. Penyebeab utama perdarahan post partum sekunder adalah  robekan jalan lahir  dan sisa plasenta dan membran.
2)  Partus Lama
Partus lama dapat membahayakan jiwa janin dan ibu. Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam sejak in partu. Partus lama ataupun partus macet menyebabkan 8% kematian maternal. Keadaan ini sering disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik (bila kepala janin tidak dapat melewati rongga pelvis) atau pada letak tak normal (bila terjadi kesalahan letak janin untuk melewati jalan lahir). Disproporsi lebih sering terjadi bila terdapat keadaan endemis kurang gizi, terutama pada populasi yang masih menganut pantangan dan tradisi yang mengatur soal makanan pada para gadis dan wanita dewasa. Keadaan ini diperburuk lagi bila gadis – gadis menikah muda dan diharapkan untuk segera memiliki anak, sedangkan pertumbuhan mereka belum optimal.
3)  Infeksi nifas
Infeksi nifas merupakan keadaan yang mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Kuman penyebab infeksi dapat masuk ke dalam saluran genital dengan berbagai cara, misal melalui tangan penolong persalinan yang tidak bersih atau penggunaan instrumen yang kotor. Infeksi nifas menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca persalinan. Kematian terjadi karena berbagai komplikasi, termasuk syok, gagal ginjal, gagal hati, dan anemia (Syafiq, 2013).
c.   Faktor Reproduksi Ibu
Faktor reproduksi ibu menjadi determinan perantara yang dapat mempengaruhi terjadinya kematian ibu.
1)  Usia
Dalam kurung reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.
2)  Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Syafiq, 2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar