1. Definisi
Hipertensi
Hipertensi adalah
suatu keadaan dimana
dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk
usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah
mencapai 160/95 mmHg
untuk usia di
atas 50 tahun.
Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal
sebanyak dua kali
untuk lebih memastikan keadaan tersebut.
Hipertensi adalah suatu kondisi di mana
pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan. Darah dibawa dari
jantung ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah. Setiap kali jantung
berdetak maka akan memompa darah ke dalam pembuluh darah. Tekanan darah dibuat
oleh kekuatan darah yang mendorong terhadap dinding pembuluh darah (arteri).
Semakin tinggi tekanan semakin keras jantung harus memompa (WHO, 2013).
Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan
darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu
terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak
diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Pradana, 2012).
Hipertensi sebagai suatu keadaan
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu
target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner pembuluh
darah jantung) dan left ventricle
hypertrophy (untuk otot jantung) (Bustan, 2000).
Hipertensi yang
diderita seseorang erat
kaitanya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya
secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada
ateri bila jantung
berkontraksi, sedangkan
tekanan darah diastolik
berkaitan dengan tekanan
ateri pada saat jantung relaksasi diantara
dua denyut jantung.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik lebih dari 140/90
mmHg, dimana sudah dilakukan pengukuran tekanan
darah minimal dua
kali untuk memastikan
keadaan tersebut dan hipertensi
dapat menimbulkan resiko terhadap
penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Mahardani, 2010).
2. Penyebab
Hipertensi
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya dijumpai
lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 %
dari seluruh hipertensi.
a. Hipertensi esensial
juga disebut hipertensi
primer atau idiopatik, adalah hipertensi
yang tidak jelas
etiologinya. Lebih dari
90% kasus hipertensi termasuk
dalam kelompok ini.
Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial
adalah peningkatan resistensi
perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari factor
genetik dan lingkungan. Factor keturunan bersifat poligenik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga.
Faktor predisposisi genetic
ini dapat berupa sensitivitas pada
natrium, kepekaan terhadap
stress, peningkatan reaktivitas
vascular (terhadap vasokonstriktor), dan
resistensi insulin. Paling sedikit
ada 3 faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan
garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b. Hipertensi Sekunder.
Prevalensinya sekitar 10 % dari seluruh
penderita hipertensi. Hipertensi
ini dapat disebabkan
oleh penyakit ginjal (hipertensi
renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain. Hipertensi renal dapat
berupa:
1) Hipertensi
renovaskular, adalah hipertensi akibat
lesi pada arteri ginjal sehingga
menyebabkan hipoperfusi ginjal
2) Hipertensi akibat
lesi pada parenkim
ginjal menimbulkan gangguan
fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin
terjadi misalnya akibat
kelainan korteks adrenal, tumor
di medulla adrenal,
akromegali, hipotiroidisme,
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.Penyakit lain yang dapat
menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan neurogik, stres akut,
polisitemia, dan lain-lain (Lany, 2001).
3. Klasifikasi
Hipertensi
Untuk menilai apakah seseorang itu
menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur
dari tensi atau tekanan darah. Berbagai macam klasifikasi hipertensi yang
digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7
(JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat,
Klasifikasi menurut Chinese
Hypertension Society yang digunakan di Cina,
Klasifikasi menurut European
Society of Hypertension (ESH) yang digunakan
negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in
Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan
Afrika yang tinggal di Amerika.
Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat
klasifikasi hipertensi. Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang
dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi
Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi
hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian
hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang. Karena itu para pakar
hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7
sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia (Haryana, 2009).
Tabel 1.
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Diastolik(mmHg)
|
Optimal
Normal
Normal tinggi
|
< 120
< 130
130 - 139
|
< 80
< 85
85-89
|
Tingkat 1
(hipertensi ringan)
Sub grup :
perbatasan
|
140-159
140-149
|
90-99
90-94
|
Tingkat 2
(hipertensi sedang)
|
160-179
|
100-109
|
Tingkat 3
(hipertensi berat)
|
≥ 180
|
≥ 110
|
Hipertensi
sistol terisolasi
Sub grup :
perbatasan
|
≥ 140
140-149
|
< 90
< 90
|
Tabel 2. Klasifikasi
Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Dan/atau
|
Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
Dan
|
<80
|
Pre hipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
Hipertensi tahap 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
Hipertensi tahap 2
|
≥ 160
|
Atau
|
≥ 100
|
Tabel 3. Klasifikasi
Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi
Indonesia.
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Dan/atau
|
Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
Dan
|
<80
|
Pre hipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
Hipertensi tahap 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
Hipertensi tahap 2
|
≥160
|
Atau
|
≥ 100
|
Hipertensi sistol terisolasi
|
≥ 140
|
Dan
|
< 90
|
4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin
I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Gray, 2005).
Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah (Dita, 2010).
5. Faktor Risiko Hipertensi
a.
Faktor
risiko yang tidak dapat diubah
1)
Umur
Risiko kejadian hipertensi menjadi
lebih besar dengan bertambahnya umur sehingga prevalensi hipertensi di kalangan
usia lanjut cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur
pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik. Hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
darah sistolik pada usia lanjut. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan
diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya hipertensi.
2)
Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah
usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.
3)
Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi dapat meningkatkan risiko hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b.
Faktor Risiko yang
Dapat Diubah
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah
persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler,
1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab
hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar
(Armilawaty, 2007).
2) Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa
tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi atau penyakit maag (Prasetyorini, 2012).
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti
nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan
risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
4) Kurang Aktivitas Fisik dan
Olahraga
Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran Kalori). Olahraga adalah
suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan
gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran
jasmani.
Dalam kegiatan sehari-hari setiap orang (individu) melakukan
berbagai aktifitas fisik. Aktifitas fisik tersebut akan meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya mencuci baju,
mengemudi, mengecat rumah, menyapu, berjalan kaki, mengaja, menyetrika,
berkebun, dan sebagainya.
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:
a) Kegiatan
ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan
perubahan dalam pernapasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci
baju/piring, mencuci kendaraan, memasak, dan sebagainya.
b) Kegiatan
sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama
atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja,
berenang, bersepeda, jalan cepat
c) Kegiatan
berat biasanya berhubungan dengan
olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat.
Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate,
taekwondo, pencak silat ) dan outbond.
Manfaat Fisik/Biologis dari aktivitas fisik adalah menjaga
tekanan darah tetap stabil dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot,
meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan
manfaat psikis/mental adalah dapat mengurangi stress, meningkatkan rasa percaya
diri, membangun rasa sportifitas, memupuk tanggung jawab, dan membangun
kesetiakawanan sosial.
Olahraga yang teratur dapat
membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan.
Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat
menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun (Armilawaty,
2007).
5) Konsumsi Alkohol Berlebih
Mekanisme peningkatan tekanan darah
akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara
tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek
terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3
gelas ukuran standar setiap harinya.
6) Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan
dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi
primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang,
ditemukan tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar.7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau
penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting
dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Lanny, 2004).
6. Tanda
dan Gejala Hipertensi
Keluhan-keluhan yang tidak
spesifik pada penderita hipertensi antara lain:
a. Sakit kepala
b. Gelisah
c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing
e. Penglihatan kabur
f. Rasa sakit didada
g. Mudah lelah, dan lain-lain (Kemenkes RI,
2006).
7. Upaya
Deteksi Faktor Risiko
Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko
penyakit hipertensi dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas
diri, riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, Penyakit
Jantung Koroner, Hiperkolesterol
b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar pinggang, dan Iingkar pinggul.
d. Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) bagi yang belum tahu atau bleum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu
pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa,
Kadar Kolesterol Darah (Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida) (Lany,
2001).
8. Pemeriksaan
Tekanan Darah
a. Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat
tensi meter yang dipasang atau dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan
duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Tekanan darah diukur dalam posisi duduk
atau berdiri, penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung )
ke posisi hampir vertikal dapat menghasilkan kenaikan pembadaan dari kedua
tekanan darah sistolik dan diastolik.
b. Untuk menegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan
darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat 5 menit.
Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran selang waktu 5 sampai 20 menit
pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.
c. Sebaiknya lebar manset 2/3
kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari
2/31engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas
untuk meneegah kontak dengan stetoskop.
d. Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka
perlahan-lahan dengan keeepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik
dieatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I ), sedangkan
tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi ( Korotkofoff V)
(Aulia, 2008).
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari hipertensi yang
dapat terjadi seperti :
a. Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah
tinggi yang lama tidak diobati. Pada awalnya jantung mengatasi ketegangan
karena harus menghadapi tekanan darah tinggi dengan meningkatnya kerja otot sehingga
membesar agar dapat memompa lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak
dapat lagi mendorong darah untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah
menumpuk pada jaringan. Zat gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui
pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat halangan atau kelainan di
pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk
menggerakan jantung secara normal (Maulana, 2008).
b. Ginjal
Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan
pembuluh darah pada ginjal sehingga menganggu mekanisme yang sangat halus yang
menghasilkan urin. Salah satu gejala utama kerusakan ginjal yang disebabkan
oleh tekanan darah tinggi adalah berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah
(Tom Smith, 1998).
c. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan
yang lebih besar pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah
menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu,
biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi
secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel
otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi yang dibawa
melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan akhirnya mati
(Auryn, 2007).
10. Tatalaksana
Pengendalian Hipertensi
a. Promosi
kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik,
serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai
perilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif
dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik
agar terhindar dari obesitas untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi
lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi (kambuh) faktor risiko. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
1) Mengurangi asupan garam didalam tubuh,
dengan memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat
memasak. Makan makanan yang
sehat misalnya dengan banyak mengonsumsi buah-buahan segar dan
sayuran, yang memberikan nutrisi seperti kalium dan serat. Juga, makan makanan
yang rendah lemak jenuh dan kolesterol.
2) Melakukan olahraga teratur. Berolahraga seperti jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 34
kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki
metabolisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah. Direkomendasikan
orang dewasa terlibat dalam latihan intensitas sedang selama 2 jam dan 30 menit
setiap minggu.
3) Berhenti merokok. Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada
seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan
darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.
4) Mengurangi konsumsi alkohol. Hindari konsumsi alkohol berlebihan. Laki-Iaki Tidak lebih dari 2
gelas per hari Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari
5) Memeriksa tekanan darah secara teratur
karena tekanan darah tinggi seringkali tidak memiliki gejala.
c. Kuratif
dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan.
Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan
dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan
disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola
program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi
2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
anti hipertensi.
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Jenis-jenis obat antihipertensi antara
lain:
1) Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan
cairan tubuh (Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan dan berefek turunnya tekanan
darah. Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya
penyakit lainnya.
2) Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja denqan menghambat
aktifitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas).
Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah :
metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik
(kekurangan sel darah merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi
ahati dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini
golongan ini jarang digunakan.
3) Betabloker. Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial.
Contoh obat golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan
bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat
rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
4) Vasodilatator. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah
prazosin dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat
ini adalah pusing dan sakit kepala.
5) Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini
adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan
tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril. Efek
samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa
jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang
termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7) Penghambat reseptor angiotensin II. Kerja obat ini adalah dengan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan
ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk .golongan ini adalah
valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas
dan mual.
d. Rehabilitatif
dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan
melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang
fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis
dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana
pelayanan di berbagai tingkatan (Aulia, 2008).
DAFTAR
PUSTAKA
Anggara dan Prayitno.
2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013.
Aulia, Sani. 2008. Hipertension. Medya Crea. Jakarta.
Auryn, Virzara. 2007.
Mengenal dan Memahami Stroke. Katahati. Jogjakarta.
Armilawaty, Lira Indriana, Ruli, 2007
Hipertensi dan Faktor resikonya dalam Kajian Epidemiologi. FKM UNHAS.
Makassar
Apriandani,
Andry Dwi. 2009. Studi Retrospekstif
Penyakit Hipertensi di Rumah Sakut Umum Unaaha Kabupaten Konawe Tahun 2009.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Bustan, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Dita, A. 2010. Gejala dan Mekanisme Hipertensi. Available: http://arumdita.
blogspot.com. Diakses
tanggal 20 Mei 2015.
Haryana, I. 2009. Klasifikasi Hipertensi. Available from: http://dokter-medis.blogspot.com. Diakses
tanggal 20 Mei 2015.
Kodim, 2005. Faktor-faktor Resiko
Penderita Hipertensi di RSU FK-UKI. Program Studi Pascasarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Marliani, 2007. Hipertensi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Maulana, Mirza. 2008.
Penyakit Jantung. Katahati. Jogjakarta.
Pradana, Tedjasukmana. 2012. Tatalaksana
Hipertensi. CDK-192/ vol. 39 no. 4, Jakarta.
Prasetyorini dan
Prawesti. 2012. Stres Pada Penyakit
Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Jurnal
STIKES Volume 5, No. 1, Juli 2013.
The Lancet, 2004. Systemic Hypertension. In : Current Medical
Diagnosis & Treatment. 41st Edition. McGraw-Hill Companies. 2004.
p:459-469. diterjemahkan oleh Sunarti; Penerbit UI Press, 2005.
Widiyani, R. 2013. Penderita Hipertensi terus meningkat. http://health.kompas.com. Diakses 28 Maret 2015.
ini aku punyak tipsnya untuk mengobati darah tinggi tanpa obat
BalasHapushttps://maduternakwb.blogspot.com/2020/10/cara-ampuh-menurunkan-tekanan-darah.html
Wow artikelnya sangat bermanfaat dan lengkap Pak. Penyakit hipertensi juga ternyata bisa disembuhkan dengansusu kambing etawa terbaik.
BalasHapus