Rabu, 01 Juli 2015

HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)


1.  Definisi Hipertensi
Hipertensi  adalah  suatu  keadaan  dimana  dijumpai  tekanan  darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah  mencapai  160/95  mmHg  untuk  usia  di  atas  50  tahun.  Dan  harus dilakukan  pengukuran  tekanan  darah  minimal  sebanyak  dua  kali  untuk lebih memastikan keadaan tersebut.
Hipertensi adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan. Darah dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah. Setiap kali jantung berdetak maka akan memompa darah ke dalam pembuluh darah. Tekanan darah dibuat oleh kekuatan darah yang mendorong terhadap dinding pembuluh darah (arteri). Semakin tinggi tekanan semakin keras jantung harus memompa (WHO, 2013).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Pradana, 2012).
Hipertensi sebagai suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung) (Bustan, 2000).
Hipertensi  yang  diderita  seseorang  erat  kaitanya  dengan  tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan  dengan  tingginya  tekanan  pada  ateri  bila  jantung  berkontraksi, sedangkan  tekanan  darah  diastolik  berkaitan  dengan  tekanan  ateri  pada saat  jantung relaksasi  diantara  dua  denyut  jantung.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik dan tekanan darah  diastolik lebih  dari  140/90  mmHg, dimana  sudah  dilakukan pengukuran  tekanan  darah  minimal  dua  kali  untuk  memastikan  keadaan tersebut  dan  hipertensi  dapat menimbulkan  resiko  terhadap  penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Mahardani, 2010).
2.  Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi.
a.  Hipertensi  esensial   juga  disebut  hipertensi  primer  atau  idiopatik, adalah  hipertensi  yang  tidak  jelas  etiologinya.  Lebih  dari  90% kasus  hipertensi  termasuk  dalam  kelompok  ini.  Kelainan hemodinamik  utama  pada  hipertensi  esensial  adalah  peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari factor genetik dan lingkungan. Factor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari  adanya riwayat penyakit  kardiovaskuler dari  keluarga.  Faktor  predisposisi  genetic  ini  dapat  berupa sensitivitas  pada  natrium,  kepekaan  terhadap  stress,  peningkatan reaktivitas vascular  (terhadap  vasokonstriktor),  dan  resistensi insulin.  Paling  sedikit  ada  3  faktor  lingkungan  yang  dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b.  Hipertensi  Sekunder.  Prevalensinya sekitar 10 % dari seluruh  penderita  hipertensi.  Hipertensi  ini  dapat  disebabkan  oleh penyakit  ginjal  (hipertensi  renal),  penyakit  endokrin  (hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain. Hipertensi renal dapat berupa:
1)  Hipertensi renovaskular,  adalah hipertensi  akibat  lesi  pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal
2)  Hipertensi  akibat  lesi  pada  parenkim  ginjal  menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi  endokrin  terjadi  misalnya  akibat  kelainan  korteks adrenal,  tumor  di  medulla  adrenal,  akromegali,  hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan neurogik, stres akut, polisitemia, dan lain-lain (Lany, 2001).
3.  Klasifikasi Hipertensi
Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. Berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang tinggal di Amerika.
Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat klasifikasi hipertensi. Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang. Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia (Haryana, 2009).
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik(mmHg)
Optimal
Normal
Normal tinggi
< 120
< 130
130 - 139
< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
Sub grup : perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180
≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
Sub grup : perbatasan
≥ 140
140-149
< 90
< 90

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori
Sistolik (mmHg)
Dan/atau
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥ 160
Atau
≥ 100

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia.
Kategori
Sistolik (mmHg)
Dan/atau
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥160
Atau
≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
Dan
< 90

4.  Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Gray, 2005).
Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Dita, 2010).
5.  Faktor Risiko Hipertensi
a.  Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1)  Umur
Risiko kejadian hipertensi menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik pada usia lanjut. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.
2)  Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.
3)  Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi dapat meningkatkan risiko hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.  Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b.  Faktor Risiko yang Dapat Diubah
1)  Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar (Armilawaty, 2007).
2)  Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag (Prasetyorini, 2012).
3)  Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
4)  Kurang Aktivitas Fisik dan Olahraga
Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran Kalori). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Dalam kegiatan sehari-hari setiap orang (individu) melakukan berbagai aktifitas fisik. Aktifitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya mencuci baju, mengemudi, mengecat rumah, menyapu, berjalan kaki, mengaja, menyetrika, berkebun, dan sebagainya.
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:
a)  Kegiatan ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan  (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, memasak, dan sebagainya.
b)  Kegiatan sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bersepeda, jalan cepat
c)  Kegiatan berat  biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo, pencak silat ) dan outbond.
Manfaat Fisik/Biologis dari aktivitas fisik adalah menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan manfaat psikis/mental adalah dapat mengurangi stress, meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportifitas, memupuk tanggung jawab, dan membangun kesetiakawanan sosial.
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun (Armilawaty, 2007).
5)  Konsumsi Alkohol Berlebih
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya. 
6)  Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar.7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7)  Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Lanny, 2004).
6.  Tanda dan Gejala Hipertensi
Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain:
a.  Sakit kepala
b.  Gelisah
c.   Jantung berdebar-debar
d.  Pusing
e.  Penglihatan kabur
f.    Rasa sakit didada
g.  Mudah lelah, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2006).
7.  Upaya Deteksi Faktor Risiko
Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit hipertensi dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut.
a.  Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, Penyakit Jantung Koroner, Hiperkolesterol
b.  Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
c.   Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan Iingkar pinggul.
d.  Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi yang belum tahu atau bleum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa, Kadar Kolesterol Darah (Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida) (Lany, 2001).

8.  Pemeriksaan Tekanan Darah
a.  Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter yang dipasang atau dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Tekanan darah diukur dalam posisi duduk atau berdiri, penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung ) ke posisi hampir vertikal dapat menghasilkan kenaikan pembadaan dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik.
b.  Untuk menegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.
c.   Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/31engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk meneegah kontak dengan stetoskop.
d.  Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan keeepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dieatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I ), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi ( Korotkofoff V) (Aulia, 2008).
9.  Komplikasi
Beberapa komplikasi dari hipertensi yang dapat terjadi seperti :
a.  Jantung
Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada awalnya jantung mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah tinggi dengan meningkatnya kerja otot sehingga membesar agar dapat memompa lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi mendorong darah untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan jantung secara normal (Maulana, 2008).
b.  Ginjal
Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga menganggu mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu gejala utama kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah (Tom Smith, 1998).
c.   Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan akhirnya mati (Auryn, 2007).
10.  Tatalaksana Pengendalian Hipertensi
a.  Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b.  Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik agar terhindar dari obesitas untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi (kambuh) faktor risiko. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
1)  Mengurangi asupan garam didalam tubuh, dengan memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak. Makan makanan yang sehat misalnya dengan banyak mengonsumsi buah-buahan segar dan sayuran, yang memberikan nutrisi seperti kalium dan serat. Juga, makan makanan yang rendah lemak jenuh dan kolesterol.
2)  Melakukan olahraga teratur. Berolahraga seperti jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 34 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah. Direkomendasikan orang dewasa terlibat dalam latihan intensitas sedang selama 2 jam dan 30 menit setiap minggu.
3)  Berhenti merokok. Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.
4)  Mengurangi konsumsi alkohol. Hindari konsumsi alkohol berlebihan. Laki-Iaki Tidak lebih dari 2 gelas per hari Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari
5)  Memeriksa tekanan darah secara teratur karena tekanan darah tinggi seringkali tidak memiliki gejala.
c.   Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1)  Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2)  Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3)  Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.
4)  Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup.
Jenis-jenis obat antihipertensi antara lain:
1)  Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2)  Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.
3)  Betabloker. Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4)  Vasodilatator. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala.
5)  Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6)  Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7)  Penghambat reseptor angiotensin II. Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk .golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
d.  Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan (Aulia, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Anggara dan Prayitno. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013.
Aulia, Sani. 2008. Hipertension. Medya Crea. Jakarta.
Auryn, Virzara. 2007. Mengenal dan Memahami Stroke. Katahati. Jogjakarta.
Armilawaty, Lira Indriana, Ruli, 2007 Hipertensi dan Faktor resikonya dalam Kajian Epidemiologi. FKM UNHAS. Makassar
Astawan M. 2003. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. http://www.depkes.go.id. Diakses 28 Maret 2015
Apriandani, Andry Dwi. 2009. Studi Retrospekstif Penyakit Hipertensi di Rumah Sakut Umum Unaaha Kabupaten Konawe Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Bustan, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Dita, A. 2010. Gejala dan Mekanisme Hipertensi. Available: http://arumdita. blogspot.com. Diakses tanggal 20 Mei 2015.
Haryana, I. 2009. Klasifikasi Hipertensi. Available from: http://dokter-medis.blogspot.com. Diakses tanggal 20 Mei 2015.
Kodim, 2005. Faktor-faktor Resiko Penderita Hipertensi di RSU FK-UKI. Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Marliani, 2007. Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Maulana, Mirza. 2008. Penyakit Jantung. Katahati. Jogjakarta.
Pradana, Tedjasukmana. 2012. Tatalaksana Hipertensi. CDK-192/ vol. 39 no. 4, Jakarta.
Prasetyorini dan Prawesti. 2012. Stres Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Jurnal STIKES Volume 5, No. 1, Juli 2013.
The Lancet, 2004. Systemic Hypertension. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 41st Edition. McGraw-Hill Companies. 2004. p:459-469. diterjemahkan oleh Sunarti; Penerbit UI Press, 2005.
WHO. 2013. Q&As on hypertension. Available: http://www.who.int. Diakses tanggal 20 Mei 2015.
Widiyani, R. 2013. Penderita Hipertensi terus meningkat. http://health.kompas.com. Diakses 28 Maret 2015.

2 komentar:

  1. ini aku punyak tipsnya untuk mengobati darah tinggi tanpa obat

    https://maduternakwb.blogspot.com/2020/10/cara-ampuh-menurunkan-tekanan-darah.html

    BalasHapus
  2. Wow artikelnya sangat bermanfaat dan lengkap Pak. Penyakit hipertensi juga ternyata bisa disembuhkan dengansusu kambing etawa terbaik.

    BalasHapus